Fakta Kejahatan Dibalik Pembunuhan Nasrudin
Kasus Antasari Azhar disebut-sebut merupakan bagian dari sebuah
SKENARIO pembenaman sebuah kasus yang melibatkan pejabat tinggi Negara
dan konglomerat hitam. Antasari Azhar dikenal cukup berani dalam melawan
korupsi, sudah begitu banyak orang yang dipenjarakan sejak Antasari
Azhar menjabat sebagai Ketua KPK, tak terkecuali ‘Aulia Pohan’ besan
Presiden pun ia jebloskan ke penjara.
Antasari dituding sebagai otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Setelah
melalui proses hukum, Pengadilan Negeri Jakarta akhirnya menjatuhkan
vonis 18 tahun penjara terhadap Antasari. Dalam perjalanan kasusnya,
banyak sekali kejanggalan-kejanggaln yang kita lihat mulai dari proses
penyidikan sampai pada putusan. Meski perkara kasasi Antasari Azhar
sudah divonis, namun kasus hukum yang penuh dengan nuansa politik ini
terus bergulir dan semakin membesar bagaikan bola salju. Pertanyaannya,
Benarkah Antasari Azhar terlibat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ?
Baiklah, mari kita mulai dengan membaca terlebih dulu kutipan artikel
yang ditulis oleh seorang yang mengaku bernama Rina Dewreight pada
tanggal 12 November 2009, melalui situsnya. Artikel ini sempat ramai
dibicarakan dan dianggap FITNAH, sebab penulis tidak menampakkan jati
dirinya. Walaupun demikian, isi tulisannya cukup mengarah tajam. Jika
kita ikuti perkembangan terakhir kasus Antasar Azhar dari berbagai media
online maupun cetak, artikel Rina Dewreight menjadi informasi penting
yang tidak bisa kita abaikan begitu saja dan bisa jadi BENAR. Sebagai
bahan pertimbangan, tidak ada salahnya kita baca kembali….. Berikut
artikelnya:
Fakta di Balik Kriminalisasi KPK, dan Keterlibatan SBY
Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya,
tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan
mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu
mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan
orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang sutradara”, akibatnya,
meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita
telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang
baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar
biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan
Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya
Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang terkait
korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang
kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah masuk
dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar
kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari
sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi
Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari
Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP,
dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka
Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah
menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu banyak
pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan banyak
konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di Kejaksaan dan
Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu saja hal ini
sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama
ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para aparat Kejaksaan
dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah
supplier keungan untuk Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
Sikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY
sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena
dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati
Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh
orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan
kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas
korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa
Pohan, suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam
SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung
untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk “melenyapkan” Antasari.
Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam
pengemplang BLBI [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong,
dan lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya
seperti James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra
mahkota Lippo, Billy Sindoro terhadap oknun KPPU dalam masalah
Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan
ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama
masih mengantung di KPK), Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di
Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan
pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat lainnya].
Para
konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka
minta agar kasus BLBI , dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK.
Jalur pintas yang mereka tempuh untuk “menghabisi Antasari “ adalah
lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan
Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah wartawan brodex –
wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan.
Ada dana yang sangat besar untuk membayar media, di mana tugas media
mencari sekecil apapun kesalahan Antasari. Intinya media harus
mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu “hitam”, namun ada juga wartawan
yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari lewat
media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu
gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up
SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut,
justeru malah menjadi-jadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari
yang mengetahui Bank Century telah dijadikan “alat” untuk mengeluarkan
duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar
skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator
Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari
kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra
Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan
dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang
digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut
dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara
Paratai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto
(Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus
penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank
(agar terkesan Bank Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan
lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya (saat itu)
akan dijadikan Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono
(pejabat Bank Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank
Century saat pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam
akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan
oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah
menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga
Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY.
Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para
intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan
menjerat Antasari.
Orang pertama yang digunakan adalah Nasrudin
Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi
Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang
dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi
Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali
Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta
data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari
harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan
merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT
RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari
tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan Nasrudin
ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga Antasari
belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi yang
mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk bergabung
untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke
Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka skenario pun
disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak
Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan,
yang diikuti Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan Antasari
hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari
sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan
Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar
lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono.
Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin,
Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh
Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp
400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini
ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar.
Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku,
sehingga tidak harus “dipaksa KPK”. Nah Sigit yang juga punya hubungan
dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di
situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta
untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar
tekana-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait
dengan “terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga
Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah
menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk
melengserkan Antasari selama-laamnya dari KPK. Dan akhirnya disusun
skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau
jujur, eksekutor Nasrudin buknalah tiga orang yangs sekarang ditahan
polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
Bibit
dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian dan
Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah.
Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra, termasuk yang
rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari
ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada
dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan…
Selengkapnya
Beberapa Himpunan Berita Terkait Kasus Antasari Azhar
Fakta-Fakta Kejanggalan Kasus Antasari
11 Februari 2009, mantan Ketua KPK Antasari Azhar divonis 18 tahun
penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Vonis ini
jauh lebih ringan dari hukuman mati yang sebelumnya dituntutkan kepada
AA oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). AA didakwa melakukan pembunuhan
berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1)
ke-2 KUHP pasal 340 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
Majelis hakim menyebutkan Sigit Haryo Wibisono dan Kombes Pol Chaerul
Anwar (Kapolres Jakarta Selatan) bertemu dengan Antasari Azhar di Jalan
Pati Unus, Jakarta Selatan pada awal Januari 2009. Dalam pertemuan itu,
Antasari meminta untuk mendeteksi siapa yang telah meneror dirinya itu.
Di tempat yang sama pula, Sigit Hermawan Lo memperkenalkan dengan
Kombes Pol Wiliardi Wizard (terdakwa lainnya) serta Antasari menyatakan
dirinya sering mendapat teror.
Kemudian Williardi Wizard
menyatakan siap untuk membantu mencari pelaku teror itu. Williardi
meminta Jerry Hermawan Lo (terdakwa lainnya) untuk dipertemukan dengan
Edo (eksekutor). Williardi meminta uang kepada Sigit untuk mendapatkan
uang operasional dalam mencari pelaku teror. Sampai disini, tidak ada
perintah sama sekali dari Antasari untuk membunuh orang yang menerornya
(Nasruddin).
Dan selama ini, JPU, Rani Juliani atau keluarga
korban meyakini Antasari Azhar sebagai pembunuh Nasruddin atas dasar
bahwa pernah ada sms ancaman dari Antasari. Namun, sampai saat ini, JPU
tidak bisa membuktikan secara faktual bukti sms ancaman tersebut. Dan
lebih terkejut lagi, Kombes Pol Wiliardi Wizar dalam persidangan
mengakui adanya rekayasa kasus Antasari Azhar dari petinggi Polri.
Lebih jauh lagi, Komjen Susno Duadji dalam persidanganpun mengungkapkan
bahwa sebagai Kabareskrim dirinya tak dilibatkan dalam tim yang
menangani kasus Antasari. Kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen
ditangani oleh Wakabareskrim Irjen Hadiatmoko, yang langsung langsung
bertanggungjawab di bawah Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD). Dalam
testimoninya mengenai kriminalisasi Bibit dan Chandra, SD blak-blakan
mengatakan bahwa Kapolri melalui Wakabereskrim IRJEN POL Drs. Hadiatmoko
secara tidak langsung melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK
atas kasus Antasari Azhar. Kesalahan ini berawal ketika Kapolri “mencari
muka” kepada Presiden SBY untuk mencari motif pembunuhan Nasruddin.
Setelah beberapa bulan kemudian kelima Tim tersebut bekerja tidak
menemukan bukti untuk mengungkap motif pembunuhan Nasruddin, namun
Kapolri sudah terlanjur melaporkan kepada Presiden tentang adanya
kejahatan suap yang melibatkan Pimpinan KPK sebagai motif terjadinya
pembunuhan NASRUDIN.
Fakta-Fakta Kejanggalan
1. Rani
Juliani Diantar Oleh Nasruddin Zulkarnaen dan Rekaman Pertemuan 803:
Rani Juliani menemui Antasari Azhar di kamar 803 Hotel Grand Mahakam
Jakarta pada Mei 2008. Pertemuan Rani dengan Antasari seizin Nasrudin
dan bahkan diantar sampai lobby hotel. Anehnya, sekitar 10 menit,
Nasrudin menyeruak masuk kamar 803, memarahi Antasari, dan menampar Rani
sampai menangis. Mengapa Nasrudin mengantar Rani ke hotel lalu merekam
pembicaraan antara istrinya dengan Antasari? Mengapa Nasrudin saat itu
terkejut ketika melihat Rani bersama Antasari di dalam kamar?
Lebih
lanjut, dalam rekaman tampak sekali Rani Juliani begitu aktif berbicara
alias posessif ketimbang AA. Begitu juga tidak ada intonasi kekerasan
yang terjadi dalam rekaman tersebut. Benarkah terjadi tindakan asusila
jika pintu kamar hotel tidak dikunci (dan bahkan terbuka)?
2.
Pertemuan dan Rekaman Sigid HW – AA: Dalam pertemuan Antasari dengan
terdakwa lain Sigid Haryo Wibisono di rumah Sigid di Jl Pati Unus,
Jakarta Selatan, Sigid HW merekam pembicaraan. Sama dengan kejanggalan
sebelumnya, untuk apa Sigid sengaja merekam pembicaraannya dengan
Antasari? Untuk apa pula merekam pembicaran dan gambar di rumah Sigid?
Bukankah ini sebuah jebakan?
3. Rekayasa SMS Ancaman Seolah-Olah
dari Antasari: Jika dua fakta diatas lebih didasari oleh analisis logik,
maka fakta ketiga merupakan fakta yang sangat kuat menunjukkan adanya
rekayasa menjatuhkan Antasari Azhar. Adalah Agung Harsoyo, Pakar
Teknologi Informasi ITB yang membeberkan rekayasa sms ancaman Nasruddin
yang seolah-olah berasal dari ponsel Antasari Azhar.
Pengakuan Saksi Ahli dalam Persidangan Kasus Antasari
Biografi Singkat Dr. Ir. Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng
Kepala Laboratorium Sistem Kendali dan Komputer, Sekolah Teknik Elektro
dan Informatika (STEI) ITB. Pendidikan Doktor ditempuh di Université de
Bretagne Sud, France (2003), M.Sc. dan M.Eng. di Ecole Nationale
Supérieure des Télécommunications de Bretagne, France (1996), serta
Sarjana di Teknik Elektro ITB (1993). Saat ini menjadi Partner di
Transforma Institute.
Spesialisasi di bidang IT Master
Plan/Blue Print, Disaster Recovery Planning, Integration System, Data
warehousing, IT Security, IT Governance, Telekom Seluler.
Pak
Agung Harsoyo merupakan seorang dosen dan akademisi yang kredibel dan
kepiawaiannya tidak perlu diragu lagi di Teknik Elektro ITB. Pada 17
Desember 2009, Pak Agung Harsoyo menjadi saksi ahli dalam persidangan
kasus Antasari Azhar di PN Jakarta Selatan. Kala itu, dia memastikan
ponsel mantan ketua KPK tersebut tidak pernah mengirimkan SMS ancaman
kepada Nasrudin Zulkarnaen sebelum terbunuh. Padahal, jaksa mendakwa
Antasari mengancam melalui pesan singkat tersebut.
Berikut, kutipan penjelasan Dr Ir Agung Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng yang ditulis di harian Jawa Pos.
MERAYU Dr Ir Agung Harsoyo MSc M.eng untuk berbicara di luar pengadilan
perlu proses lama. Doktor bidang optical and electromagnetic dari
Université de Bretagne Sud, Prancis, itu tak ingin dikesankan membela
salah satu pihak. ”Saya ini orang kampus. Jadi bicara keilmuan murni.
Saya tak mau ikut campur dalam proses hukumnya,” kata Agung saat ditemui
Jawa Pos di ruang kerjanya di Departemen Elektro ITB, Bandung, (22/01).
Pria asal Jogjakarta itu baru saja selesai menguji skripsi
mahasiswanya. Ruang kerja Agung sederhana, ukurannya hanya 3 x 4 meter
,lengkap dengan komputer dan rak buku. ”Banyak (media) yang meminta saya
bicara. Tapi, kalau saya yakin dan tidak percaya benar, saya tidak
mau,” kata Agung.
Doktor muda (41 tahun) itu memang dihadirkan
oleh kubu Antasari Azhar sebagai saksi ahli dalam persidangan. Hal itu
terkait dakwaan jaksa yang menyebutkan bahwa Antasari mengirimkan pesan
singkat kepada Nasrudin pada Februari 2009. Menurut jaksa, bunyinya,
”Maaf, Mas. Masalah ini hanya kita yang tahu. Kalau sampai ter-blow up,
tahu sendiri konsekuensinya. Hal itu yang menjadi latar dakwaan bahwa
Antasari punya motif menghabisi nyawa Nasrudin.
Sebelum
membahas dugaan SMS Antasari itu, Agung meminta Jawa Pos memahami alur
kerja telepon seluler. Dia lantas menghidupkan komputer dan mengambil
sebuah kertas kosong. ”Ada beberapa layanan dalam handphone (HP), bisa
voice mail, SMS, e-mail juga bisa,” katanya sembari menggambar grafik di
kertas.
Untuk SMS, alurnya dari HP si A ke operator A, lalu
masuk ke MSC operator B, baru dikirim ke HP B. ”Jadi, misalnya, si A
pakai Indosat akan kirim SMS ke B yang pakai Telkomsel, SMS A itu akan
masuk ke MSC Telkomsel, baru dikirim ke HP B,” katanya. MSC adalah
singkatan dari mobile switching gateway. Semua aktivitas itu, kata
Agung, tercatat pada call detail record (CDR) di setiap operator.
”Aktivitas apa pun akan direkam, baik itu SMS, miss call, atau telepon,”
katanya.
Selain itu, isi atau konten SMS akan disimpan oleh
operator dalam file terpisah dengan CDR. ”Jadi, bedakan antara aktivitas
dan isi. Khusus untuk isinya, itu bisa di-recover atau bisa dilihat
ulang sepanjang datanya belum tertimpa data baru,” katanya.
Tapi, lanjut dia, mengirim SMS tidak hanya menggunakan prosedur biasa.
Menurut Agung, terdapat enam kemungkinan pengiriman SMS dengan nomor
tertentu. Pertama, memang SMS tersebut dikirim oleh nomor yang jelas
diketahui. Kedua, mengirimkan kepada diri sendiri. Ketiga, SMS dikirim
oleh server yang terhubung dengan SMS center. Keempat, dengan
menggunakan BTS palsu yang telah menyadap nomor pengirim ketika tidak
aktif. Kelima, mengkloning SIM pengirim, kemudian mengirimkan SMS ketika
nomor yang dikloning itu tidak aktif. Keenam, SMS dikirim oleh oknum
operator telepon selular. ”Kalau pakai website, nomor pengirim bisa
diisi siapa saja, tinggal dimasukkan terserah,” katanya. Alur dari
website langsung masuk ke operator B dan dilanjutkan ke HP B. Setelah
menjelaskan alur, Agung memaparkan soal base transmitter stations atau
BTS. ”Ponsel kita ini dipegang oleh BTS. Ada tiga sektor yang setiap
sektornya 120 derajat. Jadi, totalnya melingkar 360 derajat,” ujarnya.
Nah, apa pun aktivitas ponsel akan diketahui BTS-nya. “Ini bisa juga
dilacak, namanya cell id,” katanya.
Agung menjelaskan, khusus
untuk CDR, ada dua jenis. Yakni, roll CDR yang mencatat aktivitas nomor
yang tidak akan terhapus selamanya. Yang kedua, billing CDR yang dihapus
tiga bulan sekali. ”Fungsi billing CDR itu menagih dana. Jadi, data itu
nanti dicocokkan antaroperator. Karena hubungannya dengan uang, CDR
akan sangat dijaga dengan baik oleh operator,” katanya.
Nah,
bagaimana dengan ponsel Antasari? Agung menegaskan tidak ada. ”Saya
disumpah di pengadilan untuk berbicara jujur. Maka, sesuai dengan
keilmuan saya, itu tidak ada. Di CDR saja tidak ada, apalagi isinya,”
katanya.
Bagaimana jika Antasari menghapus? Menurut Agung,
kalau itu dilakukan, jejaknya pasti akan terlacak di operator. ”Hebat
sekali bisa meminta CDR orang lain tanpa perintah pengadilan, kok sakti
sekali,” ucapnya.
Sebab, jika ada, Antasari tidak cukup
menghapus CDR atau aktivitas ponselnya. Namun, dia juga harus menghapus
CDR milik Nasrudin Zulkarnaen. ”Berarti punya kekuasaan yang besar
sekali,” tuturnya.
Agung mendapatkan hard copy catatan CDR dan
aktivitas ponsel Antasari dan Nasrudin beratus-ratus halaman. ”Saya tiga
hari memeriksa itu, sampai tidak tidur,” katanya.
CDR adalah
data yang sangat lengkap. Yakni, meliputi waktu, posisi BTS, dan
sebagainya. ”Tidak ada catatan aktivitas dari enam nomor ponsel Pak
Antasari pada Februari 2009 kepada Nasrudin,” katanya. Pada telepon
Nasrudin memang ada pesan singkat yang tercatat dari nomor ponsel
Antasari. Pesan singkat itu diterima pada 30 Desember 2008 pukul 10.38
WIB. ”Isinya, langsung ke lantai 3,” kata Agung. Pesan singkat yang lain
diterima pada Maret 2009.
Hasil bergadang tiga hari itu, Agung
menemukan banyak fakta penting. Di antaranya, selama periode
Februari-Maret 2009, tidak terdapat SMS yang dikirim dari keenam nomor
HP milik Antasari kepada Nasrudin. Pada Februari 2009, nomor HP Antasari
0812050455 mencatat empat SMS dari nomor HP Nasruddin 0811978245, tapi
tidak ada catatan adanya SMS balasan dari Antasari.
Pada
Februari 2009, nomor HP Antasari 08889908899 tercatat menerima panggilan
percakapan dari Saudara Nasrudin dengan durasi percakapan sembilan
menit. Nasruddin mendapat 205 SMS incoming yang tidak tercatat nomor
pengirim. Upaya yang dilakukan Agung untuk mendapatkan konfirmasi dari
petugas operator mendapatkan jawaban yang tidak cukup untuk menjelaskan
hal tersebut.
Menurut operator data, yang diberikan ke penyidik
adalah roll CDR, yaitu sembilan CDR yang paling bawah. Tercatat 35 SMS
incoming ke nomor Antasari 08121050455 dengan nomor pengirim yang tidak
teridentifikasi pula. Seluruh SMS tersebut diperkirakan dikirim melalui
web server. Selama Februari-Maret 2009, nomor telepon Antasari
08121050455 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan untuk
mengirim SMS atau untuk percakapan baik kepada Nasrudin maupun Sigid
Haryo Wibisono (terdakwa kasus serupa).
Selama Februari-Maret,
nomor HP Antasari 08881700466 tidak sekali pun memiliki catatan yang
digunakan untuk mengirimkan SMS atau percakapan kepada Nasruddin.
Tetapi, pernah tercatat menerima dua SMS incoming dari Saudara Sigid
melalui nomor 088801005250 dan 08889969688.
Selama
Februari-Maret 2009, nomor HP antasari 08889969688 tidak sekali pun
memiliki catatan yang digunakan untuk mengirimkan SMS atau percakapan,
baik kepada Nasruddin maupun Sigid. Selama Februari-Maret 2009, nomor HP
Antasari 08889908899 tidak sekali pun memiliki catatan digunakan untuk
mengirimkan SMS atau percakapan, baik kepada Nasruddin maupun Sigid.
Selama rentang waktu itu, nomor HP Antasari 08889501677 tidak sekali
pun mengirimkan SMS atau percakapan kepada Nasrudin dan Sigid. Selama
Februari-Maret 2009, nomor HP Antasari 088801005252 memiliki catatan
digunakan untuk mengirimkan SMS kepada Sigid, sebanyak 33 kali SMS out
going.
Tidak ditemukan juga catatan yang menunjukkan Nasrudin
melakukan komunikasi, baik SMS maupun percakapan dengan Sigid. Dan,
selama Februari-Maret 2009 tercatat beberapa kali pengiriman SMS kepada
pemilik yang sama, yakni HP milik Antasari sebanyak sekali dan HP milik
Sigid lima kali.
”Tugas saya melaporkan fakta siapa pun yang
menganalisis hasilnya akan sama. Nek ana, ya ana. Nek ora, ya ora (Kalau
memang ada, ya pasti ada. Kalau tak ada, ya memang tidak ada). Kalau
ada, pasti jejaknya terendus di CDR,” ungkapnya.
Karena yakin
benar, Agung mempersilakan orang lain juga menguji CDR itu. “Ayo,
tunjukkan kalau benar-benar ada,” katanya. Bahkan, kata Agung, untuk
melacak data itu tak harus doktor. ”Mahasiswa saya saja sudah bisa,”
katanya.
Apakah mungkin ada rekayasa? ”Wah, saya tidak mau
bilang itu. Memang bisa saja lewat website yang paling mungkin,”
ujarnya. Saat menjadi saksi di sidang, Agung memang pernah memeragakan
kemampuan mengirimkan SMS tanpa sepengetahuan orang lain. Agung
mengatakan tidak punya beban menjadi saksi ahli Antasari. ”Kalau masalah
vonis atau hukuman, itu jauh di luar kapasitas saya. Biarlah hakim yang
memutuskan, tentunya dengan seadil-adilnya,” katanya.
Bukti Penting dalam Persidangan Antasari Diabaikan
Pengacara Antasari Azhar menyambut positif kesimpulan Komisi Yudisial
(KY) atas penanganan perkara kliennya dalam kasus pembunuhan Direktur PT
Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Meski terlambat, pengacara
berharap KY bisa mengungkap kejanggalan dalam penanganan perkara
tersebut.
Salah satu masalah yang terus diminta Antasari dan
tim pengacara adalah menunjukkan baju almarhum Nasrudin dalam
persidangan. “Berkali-kali kami minta baju korban karena ini sangat
penting. Tapi tidak pernah dihadirkan jaksa penuntut umum,” kata Juniver
Girsang selaku pengacara Antasari Azhar, Rabu 13 April 2011.
Baju ini, kata dia, bisa menunjukkan apakah peluru yang membunuh
Nasrudin berasal dari senjata yang selama ini disita kepolisian atau
bukan. Sebab, lanjut Juniver, hakim pun tidak memasukkan pertimbangan
ahli forensik Munim Idris yang menyebutkan bahwa peluru yang bersarang
di tubuh korban berbeda dengan senjata yang disita polisi. “Jika hal-hal
ini dipertimbangkan, 100 persen kami yakin Antasari pasti bebas,” kata
Juniver.
Dalam sidang, menurutnya, jaksa juga tidak bisa
membuktikan apakah pesan layanan singkat (SMS) kepada korban memang
berasal dari Antasari. “Dalam persidangan bisa dibuktikan kalau Antasari
tidak pernah mengirim SMS,” kata dia. Hal ini, kata dia, dibenarkan
ahli IT dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyebutkan nomor
telepon genggam Antasari tidak pernah mengirim SMS seperti yang jaksa
tuduhkan. “Walaupun telat, mudah-mudahan KY bisa mengungkap kenapa
pertimbangan itu tidak dimasukkan.” Tim pengacara, kata dia, sudah
menerima undangan KY untuk datang ke kantor KY.
Sebelumnya, KY
menemukan indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang
menangani perkara pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar,
mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. KY menduga majelis hakim
tingkat pertama hingga kasasi telah mengabaikan bukti penting.
Meski perkara Kasasi Antasari Azhar sudah diputus Mahkamah Agung, namun
kasus hukum yang penuh dengan nuansa politik ini terus bergulir dan
semakin membesar bagaikan bola salju. Dalam Putusan Kasasi Mahkamah
Agung, yang terdiri dari Hakim Agung Dr Artidjo Alkostar SH LLM (Ketua
Majelis), Moegihardjo SH dan Prof Dr Surya Jaya SH MH (Anggota Majelis),
menghukum Antasari dengan hukuman 18 tahun penjara. Meskipun putusan
tidak diambil secara bulat, karena Hakim Agung Prof Dr Surya Jaya SH MH
menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Sebab menurut
pendapatnya, Antasari Azhar wajib diputus bebas dari segala dakwaan.
Berikut ini wawancara dengan anggota tim pengacara Antasari Azhar, Dr
Maqdir Ismail SH., LLM, seputar kasus mantan Ketua KPK yang sekarang
semakin terang benderang setelah ditemukan bukti-bukti baru yang
menyatakan sesungguhnya Antasari menjadi korban kekuasaan.
Bagaimana perkembangan kasus Antasari Azhar ?
Bau bangkai kalau disimpan serapat apapun pasti akan tercium.
Kejanggalannya sudah banyak, seperti peran Rani Juliani yang diberi
perlindungan berlebihan oleh penyidik. Menurut pengakuan Rani sendiri,
sejak dijadikan saksi pada 15 Maret sampai Desember 2009 ketika sidang
pengadilan dimulai, dia selalu dibawah penjagaan polisi dengan tinggal
di apartemen. Ini kontradiktif sekali dengan Eduardus Noe Ndopo Mbete
alias Edo, orang yang didakwa sebagai pembunuh Antasari. Menurut Edo,
dirinya diperlakukan dengan kekerasan bahkan sampai disetrum, berbeda
dengan Rani yang diperiksa di hotel, apartemen dan restoran. Perlakuan
terhadap tersangka sekalipun sebelum terbukti bersalah belum boleh
dianggap bersalah. Tetapi terbukti tersangka Edo tetap diperlakukan
tidak patut untuk mengejar pengakuan, seperti diceritakan Edo sendiri.
Apa saja kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Antasari ?
Pertama, berhubungan dengan penyitaan anak peluru dan celana jeans
almarhum Nasrudin Zulkarnaen tanpa menyita baju korban. Dan pemeriksaan
forensik hanya terhadap anak peluru, tetapi tidak ada pemeriksaan
terhadap mobil korban.
Kedua, tentang luka tembak. Menurut
Visum “…peluru pertama masuk dari arah belakang sisi kepala sebelah kiri
dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi kepala sebelah kiri.
Diameter kedua anak peluru tersebut 9 (sembilan) milimeter dengan ulir
ke kanan”. Hal ini menjadi ganjil kalau dihubungkan dengan fakta bahwa
bekas peluru ada pada kaca segita mobil almarhum yang hampir sejajar dan
tidak ada bekas peluru yang dari belakang. Dalam kesaksian Suparmin
(sopir), almarhum roboh ke kanan.
Ketiga, tentang sejata api
barang bukti. Keterangan Dr Abdul Mun’im Idris, peluru pada kepala
korban 9 mm dan berasal dari senjata yang baik.
Keterangan ahli
senjata Roy Harianto, bukti yang ditunjukkan adalah Revolver 038
Spesial dan rusak salah satu silendernya macet. Menembak dengan satu
tangan dari kendaraan dan sasaran bergerak terlalu sulit untuk amatir,
yang bisa lakukan penembakan seperti ini setelah latihan dengan
3000-4000 peluru. Keterangan terdakwa penjual senjata Teguh Minarto
dalam perkaranya di PN Depok, senjata diperoleh di Aceh sesudah Tsunami
dibawah Gardu PLN terapung dekat Asrama Polri. Pertanyaan penyidik
kepada Andreas Balthazar alias Andreas ketika melakukan konfirmasi
kebenaran senjata dan peluru yang menjadi barang bukti di PN Depok
adalah peluru 38 Spc.
Keempat, bukti SMS. Tidak jelasnya
kepentingan dan hubungan saksi Jeffrey Lumampouw dan Etza Imelda Fitri
dalam bersaksi mengenai SMS ancaman kepada almarhum Nasrudin Zulkarnaen,
yang katanya tertulis nama Antasari. Keterangan kedua saksi ini adalah
rekaan dan pendapat hasil pemikiran. Ada sebanyak 2005 SMS ke HP
almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang tidak jelas pengirimnya, dan ada
sebanyak 35 SMS ke HP Antasari Azhar yang tidak jelas sumbernya. Ada 1
(satu) SMS yang dikirim dan diterima oleh HP Antasari Azhar dan 5 (lima)
SMS yang diterima dan dikirim ke HP Sigid Haryo Wibisono. Ahli IT Dr
Agung Harsoyo menduga pengiriman SMS ini dilakukan melalui Web server.
Ahli IT Dr Agung Harsoyo menyatakan tidak ada SMS dari HP Antasari Azhar
kepada almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Chip HP almarhum Nasrudin
Zulkarnaen, yang berisi SMS ancaman rusak, tidak bisa dibuka.
Kelima, dalam Keputusan di PN Tangerang dan di PN Jakarta Selatan, ada
perbedaan kwalifikasi para terpidana. Karena dalam pertimbangan PN
Tangerang, Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo dan Hendrikus hanya
sebagai penganjur, sedangkan dalam pertimbangan PN Jakarta Selatan
Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono dan Wiliardi Wizar, mereka adalah
sebagai pelaku dan penganjur.
Keenam, dalam pertimbangan
Majelis Hakim perkara Antasari Azhar (hal 175), ada pertimbangan yang
tidak jelas asalnya atau saksi yang menerangkannya, diduga dari
pertimbangan perkara lain. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim
menyatakan: “Menimbang bahwa Hendrikus mengikuti korban dalam waktu
cukup lama, sampai akhirnya, sebagaimana keterangan saksi Parmin
dipersidangan…”.
Ketujuh, ada penyitaan barang bukti dari kamar
kerja Antasari Azhar di KPK yang tidak berkaitan dengan perkara, dan
penyitaan tersebut tidak dilakukan atau dikonfirmasi kepada terdakwa
Antasari Azhar. Bukti yang disita ini dikembalikan kepada Chesna F
Anwar.
Kedelapan, ada penjagaan yang berlebihan oleh penyidik
terhadap Rani Juliani sejak dimintai keterangan sebagai saksi dalam
penyidikan hingga memberi keterangan sebagai saksi dipersidangan. Dalam
mempertimbangkan keterangan Rani Juliani, Hakim mengabaikan Pasal 185
ayat 6 huruf d yaitu cara hidup dan kesusilaan saksi.
Kesembilan, adanya pengakuan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo
diperiksa dengan cara dianiaya diluar lingkungan Polda Metro Jaya,
sedangkan Rani Juliani mengaku diperiksa di hotel, restoran dan
apartment.
Kesepuluh, Hakim mengizinkan pemeriksaan penyidik
dipersidangan, yang serta merta dilakukan sesudah Wiliardi Wizard
mencabut pengakuan adanya keterlibatan Antasari Azhar dalam perkara
pembunuhan almarhum Nasrudin Zulkarnaen.
Adapun yang paling
mudah untuk membuka adanya rekayasa terhadap perkara Antasari Azhar
adalah dengan menguak pengirim SMS ancaman terhadap almarhum Nasrudin
dan mencari pengirim SMS serta penelpon ancaman dan cerita tidak benar
terhadap keluarga Antasari Azhar.
Misteri Dibalik Kasus Antasar Azhar
Bagaimana sebenarnya sepak terjang Antasari Azhar saat menjadi Ketua
KPK? Lepas dari kekurangannya, Antasari sebenarnya sudah terlihat berani
membabat oknum-oknum pejabat yang koruptor. Ia pun saat menjadi Ketua
KPK nekat untuk memenjarakan Aulia Pohan (besan SBY). Antasari juga
berani menyeret para jaksa “nakal” seperti jaksa Urip Tri Gunawan yang
disuap Artalyta Suryani (Ayin). Untuk itulah, diduga ada konspirasi
seperti pergolakan “Cicak vs Buaya” dan juga rekayasa kriminalisasi
pimpinan KPK.
Maka, tak heran apabila saat itu Antasari Azhar
dituntut hukuman mati sebagai shock teraphy bagi para pemberantas
korupsi KPK agar tidak menyeret para penguasa di negeri ini. Ingat! KPK
dibentuk saat Megawati jadi Presiden. Tuntutan JPU untuk Antasari
dihukum mati diduga ada pesanan dari “bos” atasan jaksa, dengan
mengabaikan pendapat para pakar hukum. Keputusan JPU yang menuntut
hukuman mati terhadap Antasari sebagai salah satu terdakwa kasus
pembunuhan Narsuddin, merupakan tuntutan sepihak dan dilematis serta
berbau nuansa politis terkait skenario besar yang diduga berujung kepada
rekayasa pelemahan KPK. Maklum, KPK yang dianggap sebagai institusi
super body dapat membahayakan para pelaku korupsi kelas kakap termasuk
para penyelenggara negara yang terlibat dugaan korupsi.
Diduga
ada dendam dari pihak penguasa terhadap Antasari yang sudah berani dan
“lancang” menangkap para pejabat, menyeret dan menghantam sana-sini
tanpa rasa takut demi penegakan hukum. Kasus besar pun diproses oleh
Antasari, sehingga para penguasa diduga kuat mempengaruhi proses hukum
yang sedang berjalan sekarang ini menyeret Antasari dengan tuntutan
hukuman mati.
Terkadang pengaruh penguasa di balik layar sangat
kuat dalam menekan proses keputusan hukum yang sebenarnya. Akhirnya
berujung kepada iming-iming jabatan yang lebih tinggi pun sebagai
bargaining politik dapat menjadi taruhan apabila hukuman mati bagi
Antasari dapat dijalankan. Apakah dalam sanubari aparat hukum di negeri
ini masih mengandalkan hati nurani? Pasalnya, tuntutan hukuman mati bagi
Antasari hanya didasari bukti yang sumir. Bahkan, pengacara Antasari
telah membeberkan 32 bukti bahwa kasus Antasari adalah rekayasa.
Beberapa bukti penting yang dungkapkan pengacara Antasari Azhar, Hotma
Sitompul misalnya, antara lain saksi dalam kasus pembunuhan Nasrudin
diperiksa secara paralel, satu saksi untuk banyak tersangka. Saksi-saksi
tersebut juga diperiksa tanpa didampingi penasehat hukum. Ada pula
beberapa saksi yang ditemukan di tempat penembakan Nasrudin di
Tangerang, Banten, namun tidak pernah diperiksa apalagi dihadirkan ke
persidangan. Bahkan, penyidik tidak mencantumkan BAP terdakwa Kombes
Wiliardi Wizar tanggal 29 April 2009 lalu. Dalam BAP tersebut, Wili
tidak menyebutkan keterkaitan Antasari dalam pembunuhan Nasrudin.
Penyidik malah mengiming-imingi Wili hanya akan dikenai hukuman disiplin
bila membuat pengakuan tentang keterlibatan Antasari tersebut. Apakah
itu bukan rekayasa?
Pengacara Antasari juga mengungkapkan,
saksi kunci Rhani Juliani (istri siri Nasrudin) cuma diperiksa satu kali
di Polda Metro Jaya. Selebihnya Rhani diperiksa di apartemen, Rumah
Makan di SCBD, serta hotel di Ancol. Namun, BAP Rhani selalu dikatakan
diperiksa di Mapolda Metro. Sedangkan Antasari diperiksa pertama kali
sebagai tersangka pada 4 Mei 2009, namun telah dibuatkan Bukti Acara
Pemeriksaan (BAP) tertanggal 26 April satu bulan sebelumnya. Selain itu,
penyidik tidak menyita baju milik korban. Bukankah itu kunci untuk
mengetahui apakah tembakan itu jarak jauh atau dekat?
Nampaknya, apa yang terjadi selama ini dituduhkan kepada Antasari Azhar
sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung
dari konspirasi besar yang memang bertujuan mengkriminalisasi institusi
KPK. Bisa jadi, dengan cara terlebih dahulu mengkriminalisasi pimpinan,
kemudian menggantinya sesuai dengan orang-orang yang sudah dipilih oleh
“sang sutradara”, akibatnya, meskipun nanti lembaga ini masih ada namun
tetap akan dimandulkan.
Kabarnya, sikap Ketua KPK Antasari yang
dulu berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY sangat marah kala
itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena dia harus menjaga
citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati Pemilu, dimana dia
akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh orang-orang dekatnya
agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan kampanye, bahwa
seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi. Konon, SBY
terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya, Anisa Pohan, suka
menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Saat masih menjabat
Ketua KPK, Antasari tidak hanya akan membongkar skandal Bank Century,
tetapi dia juga mengancam akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam
tendernya dimenangkan oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara DPP
Partai Demokrat). Antasari sudah menjadi bola liar, ia membahayakan
bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat,
serta para innercycle SBY. Antasari pun pernah berpesan wanti-wanti
agar apabila terjadi apa-apa pada dirinya, maka penelusuran Bank Century
dan IT KPU harus diteruskan. Itulah sebabnya saat itu KPK terus akan
menyelidiki Bank Century, dengan terus melakukan penyadapan-penyadapan.
Satu catatan, diduga Anggoro dan Anggodo, termasuk penyumbang Pemilu
yang paling besar bagi kemenangan SBY. Jadi mana mungkin Polisi atau
Jaksa, bahkan Presiden SBY sekalipun berani menangkap Anggoro dan
menghukum berat Anggodo meski sudah ditahan?
Akhirnya, sang
penegak hukum “sejati” Antasari Azhar harus meratapi nasibnya. Tidak
hanya diputarbalikkan niat baiknya untuk bertekad membongkar korupsi
menjadi si pembunuh Nasruddin Zulkarnaen, tetapi diduga juga “difitnah”
melakukan kencan atau berselingkuh dengan Rhani Juliani. Sudah saatnya,
penegakan hukum di negeri kita ini harus benar-benar dijalankan dengan
terbuka dan transparan, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi sehingga
“bangkai busuk” yang disembunyikan bisa ketahuan jelas. Juga bagi pihak
yang merasa sudah berbuat fitnah dan penyesatan hukum, diimbau hendaknya
segera sadar, berhenti dan tobat. Namun, kini jaksa Cirus Sinaga tidak
terjangkau proses hukum secara serius. Ada apa ini?!
Dokumen IT KPU yang Dulu Dipegang Antasari LENYAP
Kala terlibat kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran
Nasruddin Zulkarnaen, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Antasari Azhar tengah menangani kasus dugaan korupsi pengadaan IT KPU.
Kini Antasari tidak tahu di mana dokumen itu. “Dulu saya sempat ngomong
dengan Pak Antasari, beliau bertanya ada di mana dokumen pengadaan IT
suatu lembaga. Ada kehilangan berkas itu, tidak tahu ke mana,” ujar
kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail, dalam perbincangan dengan detikcom,
Selasa (19/4/2011).
Apakah berkas tersebut termasuk yang
disita oleh penyidik? “Saya nggak tahu. Penyitaan dokumen dari kantor
Pak Antasari ini tidak dikonfirmasi ke Pak Antasari. Saat penyitaan kan
Pak Antasari sudah di dalam (tahanan),” kata Maqdir.
Berdasar
putusan pengadilan, seharusnya semua dokumen yang pernah diambil,
dikembalikan ke KPK. Namun, dokumen pribadi milik Antasari ternyata juga
tidak dikembalikan kepada Antasari. “Padahal ada dokumen yang menurut
pengadilan dikirim oleh seseorang untuk Antasari dan bertuliskan private
dan confidential. Ini juga dikembalikan ke KPK, padahal itu untuk
Antasari. Kami sudah sampaikan kejanggalan ini juga ke Komisi Yudisial
(KY),” tutur Maqdir.
Menurut Maqdir, saat dilakukan penyitaan
berkas, tidak ada konfirmasi sama sekali kepada Antasari apakah dokumen
berhubungan dengan kasus yang menjerat Antasari atau tidak. “Yang saya
tahu ada juga berkas tentang kerjasama negara dengan swasta, yang buat
saya tidak penting amat. Ada laporan BLBI yang merupakan kerjaan lama
yang sudah selesai,” terang Maqdir.
Dia berpendapat, dokumen
yang tidak terkait perkara tetapi diambil untuk disita, maka hal itu
melanggar hukum. Namun pihak kuasa hukum masih belum tahu proses hukum
apa yang akan diambil terkait barang-barang yang disita.
Kasus
Antasari kembali mencuat setelah Komisi Yudisial pada 13 April menemukan
indikasi pelanggaran profesionalitas hakim yang menangani persidangan
Antasari Azhar, setelah mempelajari pengaduan pengacara Antasari. KY
mensinyalir ada sejumlah bukti-bukti penting yang justru tidak
dihadirkan hakim. Bukti penting yang diabaikan itu seperti bukti dan
keterangan ahli terkait senjata dan peluru yang digunakan dan pengiriman
SMS dari HP Antasari.
Polri Sita 3 Dokumen Kasus KPK
Pihak
mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar
penyebutkan Polri telah menyita dokumen kasus KPK. Penyitaan tersebut
saat Polri melakukan penyelidikan terkait kasus pembunuhan Dirut PT
Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
“Penyidik menyita
tiga dokumen dari ruangan Pak Antasari di KPK. Tiga dokumen yang disita
tentang BLBI, perjanjian swasta dengan BUMN, dan satu bundel pengaduan
masyarakat, ya termasuk soal IT,” tutur kuasa hukum Antasari, Maqdir
Ismail saat dihubungi, Selasa (19/4/2011).
Antasari Azhar Bersumpah!..
Bismillahirrohmanirrohim
Demi Allah SWT Saya Bersumpah!
Hari ini tanggal 03 Januari 2011, Jaksa selaku eksekutor melaksanakan
putusan Mahkamah Agung/ MA dengan cara menempatkan saya di Lembaga
Pemasyarakatan. Tepatnya di Lembaga Pemasyarakatan yang mana?,
sepenuhnya wewenang Jaksa.
Sebentar lagi, sebagai seorang
terpidana walau tidak besalah. Masih ada kesempatan saya melakukan upaya
hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) untuk meraih kebenaran
yang bermuara pada keadilan. Dapat dipastikan saya akan mengajukan
Peninjauan Kembali (PK). Mengingat upaya meraih keadilan akan terus saya
perjuangkan sekalipun dari balik terali besi, namun dibawah lindungan
Allah SWT.
Selama hampir 2 (dua) tahun saya “DIAM” tidak
berarti kami turut merencanakan kejahatan sebagaimana didakwakan pada
saya. Namun sebagai penegak hukum, saya menghormati proses yang
dilaksanakan dalam rangka menjaga kewajiban lembaga penegak hukum.
Sampai saat ini saya menilai sejak penyidikan, penuntutan sampai dengan
persidangan, hakim telah dihadapkan kepada Fakta/BAP yang telah
membelokan proses teknis yuridis. Sehingga putusan yang ada seperti saat
sekarang tidaklah berlebihan jika saya akan mengajukan Peninjauan
Kembali (PK) dengan suatu pengharapan peradilan yang jujur, profesional
dan berkeadilan masih ada di Bumi Pertiwi ini.
Adapun dugaan kejanggalan/pembelokkan fakta dimaksud antara lain:
1. Pengiriman SMS mengancam tidak jelas, fakta sidang bukan terdakwa,
barang bukti HP tidak pernah dibuka apalagi di Rollback untuk melihat
siapa pengirim (IMEI) yang menggunakan nomor saya, atau SMS rekayasa.
2. Baju korban tidak pernah dijadikan barang bukti(?)
3. Senjata yang dijadikan barang bukti dengan Proyektil/ Peluru yang
mengakibatkan korban meninggal, tidak cocok (Revolver 38, Proyektil
diameter 99 mm) dan lain-lain kejanggalan.
Maka seharusnya
dalam perkara ini telah terjadi Error in Persona maupun Objekto,
menghukum orang yang tidak bersalah dan telah mengesampingkan Alat Bukti
Ahli Balistik maupu Forensik terutama Ahli IT yang disumpah.
Saya yakin kebenaran akan menampakkan wujudnya di Bumi Merah Putih. Insya Allah. Amin
Jeruji Besi Polda Metro Jaya, 03 Januari 2011
Hormat Saya
Antasari Azhar
Politik Balas Dendam
ADA penilaian, apa yang dikembangkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) terhadap lawan-lawan politiknya sungguh sangat merusak
demokrasi, jauh dari etika dan moralitas. Sebagai orang yang saat ini
berkuasa atas jalannya roda pererintahan, termasuk insitusi hukum dan
kejaksaan, SBY dinilai telah melakukan berbagai rekayasa politik atas
orang-orang yang berbeda dengannya. Rekayasa tersebut digemborkan dengan
berbagai macam cara, entah isu korupsi atau isu perempuan.
Aktivis Petisi 28 Haris Rusly menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh
SBY dalam penegakan hukum diduga hanyalah sebuah rekayasa politik
semata. Dalam kasus Antasari Azhar misalnya, Haris 100% yakin bahwa
sebetulnya Antasari tidak terlibat. Tetapi nampaknya Antasari tidak
berdaya dalam kekuatan politik dan modal yang saat ini sedang berkuasa.
Ia pun akhirnya masuk penjara. Lebih jauh Haris menduga bahwa apa yang
terjadi pada Antasari sebetulnya adalah salah satu bentuk upaya
pelemahan KPK demi mengamankan kepentingan Istana. “Saya tidak yakin
bahwa orang seperti Antasari bermain perempuan sedemikian rupa sehingga
sampai membunuh seorang Nasrudin. Sepertinya ini hanyalah rekayasa
politik semata,” ujar juru bicara Petisi 28 yang juga mantan Ketua Umum
Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini saat diskusi penegakan hukum era SBY
di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta, Kamis (8/7/2010).
Lebih
jauh ia menyatakan bahwa dalam penegakan hukum SBY sepertinya tebang
pilih. SBY diduga mengamankan kawan-kawan dekat Istana yang diduga
terlibat dalam soal korupsi, sementara disisi lain menghajar lawan
politik dengan isu korupsi dan lain-lain. Apa yang dilakukan oleh dalam
penegakan hukum dinilai tebang pilih karena juga hanya berlaku pada
orang-orang yang katakanlah sudah tidak punya kekuasanan lagi. Penegakan
hukum SBY hanya terjadi pada orang-orang yang sudah berada di luar
kekuasaan.
Hal tersebut dapat menimbulkan dugaan bahwa politik
yang dikembangkan oleh SBY selama ini adalah politik balas dendam
semata. Ia menyingkirkan dengan cara-cara yang tidak etis orang-orang
yang tidak lagi berada dipusat kekuasaan dan merugikan kepentingannya.
Hal ini diduga akan terus berlanjut dalam politik Indonesia mendatang.
Ketika SBY tidak berkuasa lagi, bisa jadi politik balas dedam tersebut
akan menimpa dirinya. “SBY sepertinya saat ini merasa bahwa ia akan
berkuasa seumur hidup. Ia akan berkuasa seperti Soeharto. Sehingga ia
kini berbuat sewena-wena saat berkuasa. Jangan salah,” ujar aktivis
Petisi 28 ini.
Sementara itu, Ali Mukhtar Ngabalin menilai apa
yang terjadi di lingkungan Istana juga sebetulnya tidaklah bersih.
Lingkungan Istana banyak juga dipenuhi oleh hal-hal yang merugikan
Negara dan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Sebab itu, bila SBY
saat ini sewena-wena dengan memperlakukan lawan politiknya, maka hal
tersebut juga bisa jadi menimpa SBY ketika ia tidak lagi berkuasa.
Rakyat Indonesia secara keseluruhan membutuhkan sebuah sikap
kepemimpinan SBY yang tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi.
Penegakan hukum yang tidak saja menimpa lawan-lawan yang lemah, tetapi
juga kerabat Istana. Juga bukan sebuah penegakan hukum yang bukan
rekayasa. Bila itu yang kini dikembangkan SBY, politik Indonesia ke
depan akan dipenuhi oleh praktik politik balas dendam. Dan demokrasi di
jurang kehancuran.
Menghabisi Nasrudin Zulkarnaen Adalah Tugas Negara ?
Nasrudin Zulkarnaen
Williardi Wizar, perwira polisi berpangkat Komisari Besar, dituduh
berperan mengorganisir tim eksekutor atau penembak. Ia mengatakan
mengambil peran itu karena tugas negara. “Karena ada surat perintah dari
Kombes Chairul Anwar,” kata Williardi saat bersaksi atas terdakwa Edo
di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin, 9 November 2009.
Chairul
Anwar merupakan ketua tim investigasi yang ditunjuk Kapolri Bambang
Hendarso Danuri untuk menindaklanjuti laporan Antasari Azhar. Laporan
itu dibuat sebelum pembunuhan terjadi. Isinya, aduan atas sejumlah teror
yang menyatakan Antasari telah melakukan tindak pelecehan seksual.
Williardi menerima surat perintah Chairul Anwar dari Sigid Haryo
Wibisono. Ia kemudian menghubungi kenalannya, Jerry Hermawan Lo. “Kami
minta kepada Jerry untuk dicarikan orang untuk menyelidiki seseorang,”
kata Williardi.
Dalam kesaksiannya, Edo kembali menegaskan
bahwa semua ia lakukan demi tugas negara. Selain karena ada surat tugas,
ia semakin yakin itu tugas negara setelah mendengar Sigid berkomunikasi
dengan sekretaris pribadi Kapolri bernama Arif, melalui telepon. “Saya
juga sudah kroscek langsung. Arif bilang benar ada telepon dari Sigid
dan Arif bilang ke saya tolong dibantu,” ujarnya.
Empat orang
lainnya yang diduga berperan sebagai eksekutor pembunuhan kini telah
ditetapkan sebagai pembunuh adalah Daniel Daen, Fransiskus, Hendrikus
dan Heri Santosa.
Juan Felix Tampubolon, pengacara terdakwa
kasus penembakan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain,
mengatakan kliennya, Daniel Daen, adalah korban dalam lingkaran kasus
pembunuhan yang menyeret nama Antasari Azhar itu. “Sebenarnya dia sempat
tidak mau melaksanakan perintah penembakan, tapi karena diancam
dihabisi karena alasan sudah tahu rahasia negara, akhirnya dia mau,”
kata Juan Felix usai sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Daniel
di Pengadilan