Wednesday, October 16, 2013

Meditasi Pernapasan ANAPANASATI

MEDITASI PERNAFASAN
ANAPANASATI
PETUNJUK KE DALAM
PELAKSANAAN KAMMATTHANA
OLEH:
KASSAPA THERA
- . - . - . - . - . - . - . - . - . - . -
Pemusatan pikiran yang tekun pada masuk dan keluarnya
nafas, bila dipupuk dan dikembangkan, adalah suatu
kedamaian dan suatu cara hidup yang menyenangkan.
Tidak hanya itu, juga akan menghalau pikiran-pikiran
jahat tak terlatih yang telah timbul dan membuatnya
hilang seketika.
Bagaikan, ketika bulan terakhir dari musim panas, debu dan
kotoran beterbangan, lalu hujan deras yang turun tiba-tiba
menenangkan dan menurunkannya ke bumi seketika.
- . - . - . - . - . - . - . - . - . - . -
MEDITASI PERNAFASAN
ANAPANASATI
PETUNJUK KE DALAM
PELAKSANAAN KAMMATTHANA
OLEH:
KASSAPA THERA
ABHINHAPACCAVEKKHANA
(Kerap Kali Direnungkan)
Jara-dhammomhi Aku akan menderita usia tua,
Jara. anatito Aku belum mengatasi usia tua.
Byadhi-dhammomhi Aku akan menderita sakit,
Byadhi. anatito Aku belum mengatasi penyakit.
Mara.a-dhammomhi Aku akan menderita kematian,
Mara.a. anatito Aku belum mengatasi kematian.
Sabbehi me piyehi manapehi
nana-bhavo vina-bhavo.
Segala milikku yang kucintai dan
kusenangi akan berubah dan terpisah
dariku.
Kammassakomhi Aku adalah pemilik karmaku sendiri.
Kamma-dayado Pewaris karmaku sendiri,
Kamma-yoni Lahir dan karmaku sendiri,
Kamma-bandhu Berhubungan dengan karmaku sendiri,
Kamma-pa.isara.o Terlindung oleh karmaku sendiri,
Ya. kamma. karissami Apa pun karma yang kuperbuat,
Kalya.a. va papaka. va Baik atau buruk,
Tassa dayado bhavissami Itulah yang akan kuwarisi.
Eva. amhehi abhi.ha.
paccavekkhitabba.
Hendaklah ini selalu kita renungkan.
PRAKATA
Pertama kali kami membaca buku “ANAPANASATI”, karangan Y.M.
KASSAPA THERA, terpetik kesan yang mendalam terhadap pengarang
yang mempunyai tujuan mulia mengajarkan MEDITASI PERNAFASAN
(ANAPANASATI) melalui tulisan beliau yang sederhana tetapi sangat
sistematis dan mudah dimengerti. Sangat disayangkan buku yang kami
baca tersebut sudah tua, kertasnya menguning, ejaan bahasa Indonesia
lama, dan jumlahnya terbatas, sehingga tidak banyak dari mereka yang
tertarik pada meditasi dapat menikmati karya indah dari Y.M. KASSAPA
THERA. Hal inilah yang menggugah hati kami untuk memperbaharui dan
memperbanyak buku meditasi pernafasan (anapanasati) agar dapat
bermanfaat bagi mereka yang ingin mempelajari meditasi pernafasan
(anapanasati) secara baik dan benar.
Tidak berlebihan bila kami mengatakan bahwa fisik buku boleh
tua dan lapuk, tetapi isi buku tidak pernah tua dan lapuk dan selalu
indah dari awal sampai akhir serta mengundang untuk dibuktikan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada rekan-rekan
yang ikut membantu memperbaharui dan memperbanyak buku meditasi
pernafasan (anapanasati) dan semoga perbuatan baik yang telah
dilakukan akan membawa kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan inspirasi yang
baik sehingga melahirkan pikiran yang baik serta ucapan dan
perbuatan yang baik, yang akhirnya membawa kebahagiaan. Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Y.J.
DAFTAR ISI
BAB I : KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Oleh Bikkhu Soma Thera)
. 1-4
BAB II : PENDAHULUAN ANAPANASATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5-11
BAB III : ISYARAT DAN RINGKASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12-14
BAB IV : MULAI BEKERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15-16
BAB V : ANAPANASATI TINGKAT I . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Menghitung Tarikan Nafas)
17-18
BAB VI : ANAPANASATI TINGKAT II . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Ayunan Nafas)
. . 19
BAB VII : ANAPANASATI TINGKAT III . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Konsentrasi pada Sentuhan Nafas)
20-21
BAB VIII : TANDA ATAU OBYEK YANG TIMBUL DALAM LATIHAN
MEDITASI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
22-24
BAB IX : ANAPANASATI TINGKAT IV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Menempatkan Pikiran atas Objek dalam Pernafasan)
25-28
BAB X : JALAN PANDANGAN TERANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29-31
TENTANG PIKIRAN INI – AJAHN CHAH . . . . . . . . . . . . . . . 32
1
I
KATA PENGANTAR
(OLEH: SOMA THERA)
Sang Buddha, Guru Agung Pengungkap telah mendefinisikan batas dari
Kaidah Luhurnya dengan kata-kata tegas dan jelas seperti berikut:
"DUKKHANCEVA PANNAPEMI, DUKKHASSA CA NIRODHAM" yang berarti
"Hanya tentang Derita yang Ku-tunjukkan, serta Penghentiannya".
Dengan demikian jelas bahwa dunia Sang Buddha adalah dunia hidup
berindera dan dalam dunia mana adanya soal Derita. Dalam duniadunia
lain, yaitu dunia-dunia yang murni lahiriah yang menjadi
bidangnya ilmu pengetahuan ilmiah, tidak terdapat sesuatu ajaran
yang langsung mengolah tentang pembebasan, sebab melalui duniadunia
tersebut tidak akan tercapai kebijaksanaan tertinggi ataupun
pembebasan dari penderitaan.
Seni si tukang-kayu harus diwujudkan dalam bentuk kayu, seni si
pandai besi harus diwujudkan dalam logam-logam; demikian pula seni
sang yogin si tukang-kebijaksanaan yang membebaskan harus
diwujudkan dalam pikiran. Pikiran adalah bahannya, dan untuk
mencapai tujuannya pikiranlah yang harus dimengerti dan ditempanya,
sebab pikiranlah yang menderita dan pikiranlah yang memerlukan
pembebasan.
Segala benda-benda dunia luar dikenal manusia hanya secara tak
langsung. Hanya pikiran, sang dunia 'dalam', yang dialaminya dengan
langsung. Hanya dalam pikiran kita dapat berhadapan muka dengan
muka dengan 'kesejatian'. Dan pengetahuan tentang kesejatian tidak
mungkin menjadi lengkap tanpa pengertian akan pikiran serta
perasaan, cerapan-indera, dan gagasan-gagasan. Dengan pengertian di
sini dimaksudkan 'Kebijaksanaan Khusus Yang Menembus' yang
diajarkan oleh Sang Pengenal Dunia (Sang Lokavindu) yang telah
menyelami dasar-dasar yang terdalam daripada samudera kehidupan.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
2
Oleh karena kita tidak mengerti hakekat daripada benda-benda, maka
telah sedemikian lamanya, dan kinipun, kita terus mengembara
kehilangan akal, kebingungan, asing dalam dunia kita sendiri.
Sebenarnya pengembaraan di dalam diri kita itu tak mengetahui, tak
mengenal, tercengkeram kesedihan, tertipu oleh bentuk-bentuk, oleh
kesenangan-kesenangan indera yang sebentar menguap menghilang,
tertipu oleh apa yang kita kira kesejahteraan, kesemuanya itu
tidaklah lebih dari dan tidaklah lain dari Samsara, Roda Dumadi yang
menyakitkan. Maka dalam komentar-komentar atas Samyutta dikatakan:
"Di sinilah adanya Derita dan di sinilah adanya Surga".
Dan di sinilah di dalam pikiran ini adanya gelanggang untuk
berlatih (Yogabhumi). Di sinilah di dalam pikiran manusia dapat
melengkapi dirinya dengan latihan-latihan untuk memenangkan Sang
Pantai Aman, Sang Daerah Cahaya, Sang Damai Sempurna, yang terletak
di sebelah sananya kegelapan Laut-Badai si Mara. Untuk melepaskan
diri dari cengkeraman si Mara, Sang Maha Sempurna mengajarkan:
“Bermeditasilah, O para Bhikkhu, latihlah Meditasi, sebab dia yang
bermeditasi mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya".
Pertama-tama, Meditasi adalah usaha yang membawa Ketenangan dengan
jalan memisahkan pikiran dari napsu-napsu dan konsepsi-konsepsi.
Oleh Tetua Nagasena pernah diujarkan kepada Raja Milinda. "Bila O
Maharaja, seseorang telah menghias dirinya dengan permata Meditasi
maka konsepsi-konsepsi pikiran dari kesenangan badaniah, kemarahan,
kekejaman, kesombongan, kesibukkan-kesibukkan, pengertian salah,
ketidakpercayaan, dan segala konsepsi-konsepsi palsu akan lari
pontang-panting, kucar-kacir serta berserak-serakan apabila mereka
harus berhadapan dengan saudara-kandung mereka itu".
Laksana benih teratai yang terpendam dalam lumpur di bawah
permukaan air sebuah danau, dalam kesunyian pelahan-pelahan ia
tumbuh menjulang ke atas mencapai cahaya dan udara. Demikianpun
benih kebijaksanaan pelahan-pelahan menembus Lumpur Skandha, iapun
tumbuh dalam tenangnya air Meditasi menjulang ke atas mencapai
cahaya pengertian dan hawa udara kebebasan.
Dengan menghancurkan pikiran yang menggelapkan, meditasi
menyediakan wadah yang sesuai untuk memulai usaha membangun
wawasan (Pandangan-terang, insight) yang menembus ke dalam keadaanMeditasi
Pernafasan (ANAPANASATI)
3
keadaan fenomena. Dengan meditasi akan dimenangkan suasana yang
serasi, yakni suasana 'dalam' untuk memperkembangkan garis pikiran
yang tak terpengaruh rasa menyenangi atau tak menyenangi, yang
mampu untuk menyelidiki 'Kesedemikianan' (thus-is-ness) daripada
benda-benda demi kemampuan melihat Kebenaran secara terang dan
sebenar-benarnya.
Bila orang sudah mampu melihat secara itu, maka tidak lagi akan
dirinya tergerak oleh getaran-getaran karmanya yang lampau.
Dirinya sudah menjadi 'Tuan dari Hidupnya'; Pandangan-terang telah
menjadi barang miliknya; dia adalah seperti seorang ahli kimia yang
sudah berhasil merubah logam rendah menjadi emas murni.
Sesungguhnya dilepaskannya sudah:
"Kodrat umur-tua demi Yang-Tak-Berumur.
Pembakaran demi Sejuk-nyamannya Damai,
Diam, hening, diam sudah diri-nya
Sebab penuh kemelekatannya pada itu semua".
Dari cara-cara meditasi yang diajarkan Sang Buddha, Anapanasati
(Kewaspadaan atas Pernapasan) adalah sebagai: 'Cara-hidup Para Ariya,
Jalan Terbaik, cara hidup Tathagata'. Selain itu disebut juga sebagai
'Yang Penuh-Damai, Yang Terpilih, Yang Tidak Ternodakan, Hidup
Bahagia' (santo ceva panito ca asecanako ca sukho ca viharo). Dapat
juga dikatakan bahwa Meditasi ini dapat segera melenyapkan setiap
kejahatan dan kebodohan pikiran yang mungkin timbul (uppannuppane
ca papake akusale dhamme thanaso antaradhapeti). Meditasi ini
berganda-16, dan terdiri dari 4 Kebangkitan Kewaspadaan yang
merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai 'Yang Tertinggi Itu'.
Pengungkapan methoda meditasi ini diatur dan disusun oleh seorang
yang ahli bukan saja dalam sejarah meditasi tetapi yang telah lama
pula menyelami pelaksanaannya. Segala perincian yang dibutuhkan
seorang yang baru mulai berlatih meditasi, diterangkan dengan
selengkapnya. Kitab ini penuh dengan petunjuk-petunjuk hidup
sederhana, kuat dan langsung. Kitab ini membakar semangat serta
membangun selera untuk melaksanakan meditasi berikut 'hidup lebih
tinggi' yang indah murni dalam segala segi-seginya, dan yang
terpisah dari 'hidup rendah' yang melulu duniawi.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
4
Di banyak negara-negara baik di Timur maupun di Barat 'Gudang
Hukum Panen Lebat' ini telah menabur benih-benih dalam banyak benak
hati. Semoga benih-benih itu berakar memenuhi tujuannya dalam
bentuk Buah yang baik. Buku ini tergolong yang mudah dimengerti dan
ditangkap, dan pada zaman modern kita ini, telah membawakan Sang
Ajaran Murni ke seluruh sudut dunia. Sungguh melapangkan hati
untuk mengetahui bahwa usaha bernilai ini sedang 'tour' mengelilingi
dunia melalui cetakan ini, berbareng menyebarkan Berkah dan Kurnia
dari Sang Ajaran yang memperkuat, menghibur, serta memimpin dengan
bijaksana.
Kepada mereka yang bercita-cita tinggi, biarlah kitab ini membukakan
kata-kata murni dari Sang Buddha (Pavacana) tergenggam satu-satunya
Jalan yang benar dan efektif untuk keluar dari kesedihan dan
mencapai kebahagiaan dari cekikan kebencian dan mencapai kebebasan
serta cinta kasih, dari ketakutan dan mara-bahaya dan mencapai
sejahtera sempurna.
Kiranya tidaklah terlalu berkelebihan untuk berharap agar para
pembaca, sesudah mengetahui akan hal ini, akan memperpadukan
perbuatan dan pikiran serta menegakkan semangat untuk mencapai
Kebajikan Sempurna, Meditasi, dan Kebijaksanaan. Semoga Sungai Hukum
Buddha nan Jernih ini selalu dan terus mengalir membawa manusia
menuju kemajuan senantiasa.
BHIKKHU SOMA THERA
Island Hermitage.
Dodanduwa, January 27,1943.
"Walau tujuan luhur: mementingkan tetanggamu,
Namun janganlah tujuanmu sendiri diabaikan;
Demi tujuanmu sendiri biarlah dalam dirimu
bergelora semangat bila tujuanmu dimengerti sudah".
(Dhammapada 166, terjemahan Soma Thera)
5
II
PENDAHULUAN ANAPANASATI
POKOK MEDITASI
Menurut Ajaran Sang Maha Buddha, ada 40 mata pokok Meditasi yang
diperuntukkan bekerjanya pikiran dalam membangun Ketenangan
melalui Jhana (Pencerapan). Ini adalah disebut Kamma-tthana, dan kata
'Thanam' (tempat, stasiun, landasan). Jadi, Kammatthana berarti
Landasan Perbuatan, dalam hal ini 'berbuat-bekerja meditasi' (Samadhi
-kamma).
JHANA
Jhana atau Pencerapan (Absorption) tidaklah sama dengan
autohypnotis. Dalam autohypnotis orang berada dalam keadaan
tertidur yang tak wajar yang disertai sedikit atau banyak ketidaksadaran,
sedangkan dalam Jhana pikiran mencapai puncaknya
kesadaran dan berada dalam keadaan terkonsentrir (terpusat).
SYARAT UNTUK BERHASILNYA MEDITASI
Dasar untuk berhasilnya pelaksanaan sebuah Kammatthana (yang satu
manapun yang dipilih dan 40 Pokok-pokok Meditasi) ialah Kebajikan
(virtues) yang harus terpelihara secara tekun. Kemurnian kebajikan
(sila-visuddhi) mutlak perlu untuk sukses pelaksanaan.
Orang harus lebih dulu mengikis habis kulit kayu sebelum dia bisa
mulai mempeliturnya mengkilat. Bahayanya pun ada sebab dalam
latihan-latihan Meditasi orang terbawa pada suatu ketinggian
menakjubkan dimana atmosfir yang halus menerima pikiran dan badan
yang halus pula.
Ketinggian yang menakjubkan itu hanya dapat didaki dengan aman
oleh calon-calon yang sudah berlatih dengan sempurna dan bertekun
dalam kebajikan. Tanpa dibekali apa yang disebut kebajikan maka agak
gegabah seseorang mulai berlatih meditasi ini.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
6
(Dalam kitab Abhidhammattha Sangaha dan Visuddhimagga, meditasi ini
dikatakan dapat dilaksanakan setiap orang tanpa ada bahaya, Gayasih)
BERHENTI, BERBELOK, MELEPASKAN KEDUNIAWIAN
Apabila seorang telah mulai merasa muak dengan sifat yang
mengerikan dan tidak tentunya dunia yang mempermainkan dirinya dan
jika pada dirinya timbul hasrat hendak bebas, maka haruslah ia
berpaling pada Meditasi. Semakin yakin dirinya dengan mutlaknya
kebenaran Ajaran Sang Buddha, semakin cepat pula akan dirasakannya
betapa sia-sianya jalan keduniawian itu.
Disadarinya pula betapa sia-sianya mempergunakan waktu yang
berharga demi mengejar-ngejar rangsangan kesenangan badani seperti
seekor monyet yang gelisah. Kemudian tibalah pada dirinya saat mana
tidak lagi mungkin baginya untuk mengambil jalan lain. Kemudian
datanglah pengelepasan. Orang-orang duniawi mungkin akan
mengejeknya 'Satu hidup yang gagal' atau 'Satu intelek yang kucarkacir!'
Dalam pada itu teringatlah dia akan Sang Buddha, Kristus, dan guruguru
besar lain yang pernah diejek dengan kata-kata 'orang-gila, si
dungu, si aneh' oleh orang-orang munafik yang melulu duniawi. Tetapi
tak lagi diindahkannya ejekan, dan tak lama kemudian diapun
mengerti bahwa lawakan yang rendah adalah buah dan watak yang
rendah dan kasar. Caci-maki si dungu berbalik menjadi nama baik
orang yang bijak. Maka diapun menegakkan tekadnya untuk mencapai
Yang Tertinggi Itu.
PENGOTORAN DAN PEMURNIAN
Dharma mengajarkan bahwa pikiran itu bersih pada saat kelahiran dan
kemudiannya ternoda oleh pemikiran-pemikiran yang berlandaskan
napsu, benci, dan hayal. Pemikiran-pemikiran yang kotor juga menodai
jasmani noda-noda itu tetap melekat walaupun pikiran-pikiran kotor
itu telah lama lenyap, seperti halnya daging busuk yang mengotori
kertas yang membungkusnya, kertas itu tetap kotor walaupun daging
busuk itu sudah dibuang. Kertas itu akan tercuci bersih oleh hujan,
angin dan matahari. Jasmani yang kotor itu akan tercuci bersih oleh
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
7
kedermawanan (dana), kebajikan (sila), dan Meditasi. Buahnya Meditasi
ialah Kebijaksanaan (Panna), dan benihnya Meditasi ialah Kebajikan
(sila).
Pertama-tama seorang yogavacara menegakkan tekad untuk mencapai
kebajikan (sila). Ia terkenang akan apa yang disabdakan Sang Maha
Sempurna tentang sila dan berusahalah dia untuk mencapainya.
Diingatkan bahwa Meditasi tanpa Sila tidaklah mungkin seperti tak
mungkinnya badan tanpa kepala, atau rumah tanpa fondasi. Rumah
mana akan rubuh terbalik jika sekali saja terlanda angin kencang.
Sila adalah dasar untuk memelihara semua perbuatan yang baik,
bahkan akar daripada segala kebaikan.
Dengan Sila tidaklah berarti dengan menghafal paritta-paritta atau
mentaati aturan-aturan saja. SILA adalah PENGWARNAAN PIKIRAN
AKIBAT KEHENDAK (cetana-cetasika). Sila timbul sebagai hasil dari
usaha menjaga pintu-pintu perkataan dan perbuatan. Usaha ini akan
menarik diri kita dari kekotoran dan berbareng mendorong kita ke
jurusan 'keadaan pikiran yang bersih dari napsu-napsu rendah'.
Inilah Sila sejati yang laksana kapal memungkinkan kita untuk
menjelajahi samudera kehidupan ini dengan aman dan sentosa.
Sila adalah Hujan yang memandamkan Api penyakit dari kehidupan.
Sila adalah Tangga Emas yang menjulang tinggi hinga ke Surga.
Sila adalah Cap daripada Harta Hyperkosmis-nya sekalian Arahat.
Sila adalah Mantra tiada taranya dan harus dilindungi.
Sila adalah Batu Karang yang kokoh tak-tergoyahkan dengan tak
henti-hentinya memancar cinta-kasih dan kasih-sayang.
Sila adalah Pohon Seribu Abad yang berbuah kehormatan nan luhur.
Sila adalah Buket Bunga yang menarik lebah madu penyanjungan.
Di antara perhiasan-perhiasan, sila adalah Maha Penghias. Di antara
wewangian-wewangian, sila adalah Yang Terharum. sila adalah Teratai
Maha Indah yang memperindahkan Danau Buddha.
Dia yang memiliki Sila akan terus menjulang tinggi, tak pernah dia
menurun pada keadaan yang lebih rendah, sebab dirinya telah berdiam
dalam Benteng yang tak terserang lagi oleh Kilesa.
Seperti halnya seluruh dunia mempersembahkan harta di bawah
kakinya seorang penakluk, Sang Bunda Sila yang dipersuburkan oleh
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
8
Meditasi memenangkan, menganugerahkan kekuatan harumnya meditasi
kepada sang yogavacara. Dengan Sila sebagai Perisai sang yogavacara
memukul mundur semua musuh-musuhnya: keserakahan, napsu-napsu
rendah, kekejaman, kekuasaan, kesombongan. Tidaklah ia bergaul dengan
orang-orang yang congkak kosong melompong dan orang-orang yang
tidak memiliki kewaspadaan. Selalu akan ingat bahwa ia mencari
KUSALA EKAGATA CITTA, maka bertemanlah ia dengan orang-orang yang
lemah-lembut dan penuh dengan kewaspadaan.
BAGIAN DARI POKOK MEDITASI
Dari 40 Kammatthana yang diajarkan Sang Buddha:
10 adalah terdiri dari alat-alat atau cara-cara yang disebut Kasina.
10 adalah tergolong pada Anussati (Mengenang kembali), dan
Anapanasati adalah yang terakhir dalam golongan kammatthana ini.
10 adalah tergolong pada Asubha (kekotoran) atau mayat-mayat dalam
berbagai-bagai taraf pembusukan.
4 Keadaan Yang Luhur (Brahmavihara) yaitu terdiri dan Metta, Karuna,
Mudita, dan Uppekha
1 Penggagasan yaitu persepsi atas jijiknya makanan (Ahara Patikula
Sanna)
dan yang terakhir
1 Analisa akan segala sesuatu sehingga sampai kepada 'yang terakhir'
yaitu Empat Maha Unsur (Eatuelhatuvavatthana)
4 Arupajhana
MEMPERSATUKAN KESADARAN
Berlatih salah satu Kammatthana tersebut akan menghasilkan
pemusatan pikiran (konsentrasi) sedikit banyaknya sesuai usaha
seseorang. Abu tertiup berhamburan oleh angin tetapi kalau air
disiramkan atas abu itu maka abu basah itu tidak lagi akan tertiup
berhamburan. Sang yogavacara menyiramkan air suatu Kammatthana
atas 'abu' pikirannya dan mencapai suatu ukuran dan konsentrasi
pemikiran yang bersih, tergantung atas mutu air, cara
pelaksanaannya, dan mutu abu itu sendiri.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
9
PERUMPAMAAN ANAK SAPI LIAR
Oleh karena manusia telah lama melekat pada indera-indera dan
benda-benda keinderaan, maka tidak mudah untuk dapat mengendalikan
pikiran dengan suatu Kammatthana. Soal ini akan menjadi lebih jelas
dengan sebuah perumpamaan. Misalnya menjinakkan seekor anak sapi
liar: Orang memisahkan anak sapi yang liar dari induknya, hutannya
dan tempat makan-minumnya yang biasa. Diikatnya anak sapi yang
berontak-rontak hendak meloloskan diri; kemudian ia menjadi lemah
kelelahan dan lama kelamaan tali yang mengikatnya semakin memendek
sehingga terpaksa ia duduk kepayahan di samping tonggak dimana tali
itu terikat. Demikian pula si yogavacara memisahkan dirinya dari
rumah dan kebiasaan hidupnya yang manja, lalu pergi ke suatu tempat
yang sepi dan sunyi. Diikatnya dengan 'tali' kewaspadaan, kepada
'tonggak' Kammatthana yang dipilihnya; berangsur-angsur pikirannya
yang berontak menjadi teduh dan dapat dikendalikan. Dengan pelahanpelahan
memperkuat kewaspadaan dicapainya pemusatan pikiran.
PERBEDAAN ANTARA PRAKTEK HINDU DAN BUDDHIS
Perlu dimengerti bahwa Meditasi Buddhis Anapanasati yang
berlandaskan napas bukan 'latihan napas'. Tujuannya bukan untuk
memperbesarkan otot atau membangun kekuatan badan. Meditasi ini
tidak sama dengan 'senam napas' yang diajarkan dalam Pranayama Yoga.
Raja dan Hatha Yoga dilatih dengan tujuan membangkitkan kewaskitaan
(clairvoyance) dan apa yang diperkirakan penunggalan dengan Makhluk
Agung, dsb. Untuk suksesnya latihan ini diperlukan pelaksanaan
syarat seperti 'frebum-linguae' (lipatan lendir di bawah lidah) harus
dipotong dan susu lidah dipencet keluar. Atau proses-proses lain
yang serupa. Syarat permulaan ini penting untuk berhasilnya suatu
praktek sistem Yoga.
Walaupun hasil-hasil yang dicapai para Yogi Hindu (yang berhayal
akan Jiwa Agung dan Jiwa Perorangan) itu tinggi, namun hasil-hasil
itu bersifat duniawi (mundane). Hasil yang sama dalam hal kemampuan
luar biasa (supernormal faculty) dan dalam hal penciptaan fenomena
juga dicapai oleh seorang Buddhis tetapi diterimanya selaku 'hadiah
sambilan' yang insidentiil atau sebagai sesuatu yang tidak penting.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
10
Hasil-hasil mana sudah akan diterimanya dalam Tingkat-Empat
latihan Anapanasati ini dan hasil-hasil itupun dicapainya tanpa
hidup bertapa yang ketat ataupun siksaan-siksaan badaniah apapun.
Orang Buddhis diajar untuk tidak menghiraukan peristiwa-peristiwa
yang tidak penting itu sebab tujuannya terletak di sebelah sana
segala 'permainan-permainan' itu; tujuannya tercapai apabila dia
sudah menyelesaikan dengan baik 4 Tingkat yang lebih tinggi lagi
daripada Kammatthana ini (yakni Tingkat 5-8) yang akan membawanya
kepada Sang Lokuttara (Sang Ultra-duniawi, the Supra-mundane) yang
dalam kitab-kitab terpujikan: "Dari raja-raja lebih agung, dari dewadewa
lebih bahagia, kegilaan akan kehidupan berhenti sudah".
Meditasi Buddhis melarang segala macam pernapasan yang tak wajar.
Pernapasan harus tidak dipaksakan atau ditahan secara apapun juga.
Orang hanya diminta untuk memperhatikan napas serta perubahanperubahannya
sehingga tercapai pikiran yang terpusat (konsentrasi).
UNTUK SIAPA LATIHAN INI DIANJURKAN
Anapanasati atau Perhatian atas tarikan dan pengeluaran napas
adalah suatu proses yang dianjurkan untuk orang-orang yang
wataknya tumpul (mohacarita) dan juga untuk orang-orang berwatak
cendekia (vitakka-carita).
Dengan 'watak tumpul' di sini dimaksudkan pikiran yang tak bisa
menghargai bekerjanya Sebab dan Akibat dalam bidang moral
(kesusilaan) meskipun dalam hal-hal lain pikiran itu memiliki
kecerdasan luar biasa. Seperti disabdakan Sang Maha Terberkah:
"Bhikkhu, Tathagata tidak mengajarkan Anapanasati kepada orangorang
yang pikirannya suram, si dungu" (Naham bhikkhave
muthassatissa asampajanassa anapanasati bhavanam vadami).
Sesungguhnya, Kammatthana manapun juga tidak mungkin dapat
dilaksanakan dengan berhasil baik tanpa sedikit-banyak kecerdasan
akal dan penembusan dan anapanasati adalah terkenal sebagai
'Meditasi Pilihan Para Buddha'. Dapat pula dilihat Bahwa Anapanasati
adalah Kammatthana kesayangan Para Paccekabuddha. Para Arahat pun
menyebutnya 'Penunjang khusus atau tanah subur mereka di tengahtengah
tandusnya gurun-pasir'.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
11
Sebenarnya tanpa Meditasi tidak akan ada Kebijaksanaan tetapi tanpa
kebijaksanaan tidak akan ada Meditasi dalam artikata yang sebenarbenarnya.
Lebih-lebih akan hal ini dirasakan dalam latihan-latihan
Anapanasati yang objeknya sesuatu yang tak mantap dan mudah sekali
menghilang. Semakin maju semakin sukar sebab objeknya yaitu napas
bertambah lama bertambah halus hingga sampai pada titik hampir
menghilang. Bagi orang yang baru berlatih dan belum berpengalaman
dalam meditasi, hal ini akan sangat membingungkan. Seperti sepotong
kain sutera yang halus, jika akan dijahit maka jarum yang digunakan
harus halus dan tajam ujungnya. Anapanasati adalah 'kain sutera' itu,
pikiran adalah 'jarum' itu dan kecendekiaan menembus adalah ujung
'mata jarum' itu.
12
III
ISYARAT DAN RINGKASAN
TEMPAT YANG SESUAI UNTUK BERLATIH MEDITASI INI
Suara ribut dan bunyi-bunyi adalah sangat bertentangan dengan
Anapanasati. Ribut-ribut mengganggu dan menggelisahkan pikiran
yang telah terlatih dan terkekang. Maka itu jauhkanlah diri dari
tempat-tempat yang biasa digunakan sehari-hari. Tempat yang sunyi
dalam hutan sangat cocok untuk berlatih. Kitab-kitab menganjurkan
tiga macam tempat yang sesuai untuk berlatih meditasi ini:
1. Hutan, kira-kira seribu langkah dari dalamnya hutan,
2. Di bawah pohon yang rimbun di tempat yang sunyi,
3. Tempat-tempat yang sepi seperti di gunung, lembah yang
terlindung, gua batu, perkuburan, rimba, padang rumput, dsb.
Hutan adalah yang paling sesuai untuk musim panas, untuk orangorang
yang tenang dan orang-orang yang wataknya tumpul yakni
orang-orang yang belum mengerti atau menghargai bekerjanya hukum
Sebab dan Akibat dalam lapangan moral. Tempat di bawah pohon rimbun
adalah terbaik bagi orang-orang yang gelisah atau yang wataknya
pemarah (dosacarita). Tempat sepi yang terlindung dari hujan sangat
menguntungkan bagi orang-orang yang perasaannya halus dan juga
bagi orang-orang yang gugup dan tak mantap, orang-orang yang
periang dan orang-orang yang berwatak kehawa-napsuan (ragacarita).
SIKAP DUDUK DALAM MEDITASI INI
Kaki kiri disilang di atas paha kanan dan kaki kanan di atas paha
kiri; sikap duduk dengan salah satu paha sedikit membengkok sebab
saling mengikat (urubandha asana) adalah paling disenangi para Kuno
di zaman dahulu. Kalau sudah menjadi biasa sikap duduk ini amat kuat
dan dapat dipertahankan dengan lama dengan punggung tegak lurus
dan pernapasan tidak terhalang. Kalau sudah menjadi biasa sikap ini
bahkan akan amat menyenangkan.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
13
CARA MENGATASI KESULITAN-KESULITAN DALAM LATIHAN
Dalam latihan-latihan Meditasi ini mungkin akan timbul kesulitankesulitan
yang dapat ditanggulangi dengan cara-cara seperti berikut:
1. Dengan mempelajari kesulitan-kesulitan itu (uggaha).
2. Bertanya tentang apa yang tak dimengerti (paripuccha).
3. Merenungkan Tanda atau Objek dari Meditasi (upatthana).
4. Mengalami Jhana penuh (appana).
5. Merenungkan sifat-sifat dari pokok Meditasi dan mengenali
taraf-taraf latihan melalui apa yang dialami (lakhana).
IKHTISAR DARI LATIHAN-LATIHAN
Pelaksanaan latihan Meditasi Anapanasati ini adalah terdiri dari
delapan tingkat, yaitu:
1. Menghitung Masuk dan Keluarnya Napas (ganana)
2. Mengikuti Napas dan Pikiran (anubandhana)
3. Kewaspadaan atas Sentuhan Napas di pintu hidung (phusana)
4. Menempatkan Pikiran atas Objek Meditasi (thapana)
5. Menyadari Sifat Tak-tetap Napas (sallakkhana)
6. Penyadaran Sang Jalan (vivatta)
7. Penyadaran akan Pembuahan (parisuddhi)
8. Refleksi: Melihat kesemuanya berulang-ulang (patipassana)
Buku ini tidak bermaksud hendak mengolah 4 Tingkat yang belakangan
dan Latihan Meditasi Anapanasati (yaitu Tingkat 5-8). Tiap tingkat
membawa pada tingkat berikutnya dan sesudahnya menyempurnakan
Tingkat IV sang yogavacara menjadi 'Seorang Yang Telah Mencapai
Tinggi' sebab ia telah mencapai keadaan luhur daripada JHANA dan
dengan demikian mampu 'menghasilkan fenomena-fenomena yang
berkekuatan' bilamana dan kapan saja kehendakinya.
Kemajuan lebih lanjut dalam Empat Tingkat lebih tinggi akan
memimpinnya pada Kearahatan dan Keheningan Nirwana. Empat tingkat
lebih tinggi itu adalah berurusan dengan Sang Jalan (Magga) dan
murni Ultra-duniawi (ultra-mundano). Si yogavacara akan merasa
bahwa usahanya dalam mencapai Yang-Ultra-Duniawi akan lebih
berbuah kalau lebih dulu dia memperkembangkan diri dan mencapai
setinggi mungkin 'yang-duniawi' (the mundano), atau dengan perkataan
lain, kalau lebih dulu dia menyempurnakan dan mencapai setinggi
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
14
mungkin hasil daripada latihan-latihan Empat Pertama Meditasi
Anapanasati ini.
Para ahli dimensi keempat yang sangat dikejar-kejar tetapi yang amat
membigungkan, bisa mencapai Yang-Ultra-Duniawi kalau kepada mereka
ditunjukkan, lalu dimengerti cara serta jalannya dan kalau mereka
mengerti pula betapa sia-sianya 'yang duniawi' itu.
15
IV
MULAI BEKERJA
CARA MULAI
Sesudah makan dan istirahat untuk menghilangkan rasa mengantuk,
sesudah membersihkan badan, rambut, kuku, kumis, sesudah menukar
pakaian bersih, setelah membelakangkan pikiran-pikiran yang
mengganggu antara lain: perniagaan, penyakit, keluarga, kekuatiran,
keraguan maka pergilah si yogavacara menyendiri ke tempat yang
telah dipilihnya dan duduklah ia menghadap ke Timur: dikirimnya
itikad-baiknya (metta) kepada semua makhluk-makhluk; yang tinggi dan
yang rendah, yang besar dan kecil, yang jauh dan dekat, yang
kelihatan dan tak-kelihatan. Dijauhkannya rasa sombong dan
kehayalan, dengan penuh rasa cinta kasih, tenang, yakin dan bakti
direnungkannya tentang Sang Trimustika, yaitu Sang Maha Terberkah,
Hukum Hyperkosmis, Himpunan Para Arahat lalu masuklah ia ke dalam
Perlindungannya.
MENGENANG PERINCIAN LATIHAN
Kini diingatnya kembali semua yang telah dipelajarinya tentang
latihan latihan Anapanasati—keagungannya, kebesarannya, tingkattingkatnya
dan hasil-hasil yang akan dicapainya. Diingatnya apa yag
disabdakan Sang Maha Terberkah mengenai pelaksanaan latihanlatihan
ini: "O Bhikkhu-Bhikkhu jika seseorang yang telah diterima ke
dalam Persaudaraan ini, karena takut akan proses kehidupan, lalu
berlatihlah ia Anapanasati untuk jangka waktu yang singkatpun, maka
O Bhikkhu-Bhikkhu, dia sudah berdiam dalam meditasi, ia sudah
berbuat sesuai ajaran kuno yang baik, ia telah menjalankan apa yang
telah dijalankan Tathagata, dia sudah memakan 'buah yang baik'—jika
demikian besarnya berkahnya bila dilaksanakan dalam jangka waktu
singkat, maka betapa besar-berkahnya bila dilaksanakan dalam jangka
waktu yang panjang".
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
16
OBJEK PENDAHULUAN DARI PADA MEDITASI
Walaupun si yogavacara bermeditasi atas pernapasan dengan
memperhatikan cepat atau perlahan, panjang atau pendeknya napas,
namun yang menjadi Objek Pendahuluan (Parikama Nimitta) adalah
Pintu-Hidung, yakni di antara ujung hidung dan bibir atas. Pada
pintu-hidung inilah dirasakannya 'pukulan' daripada napas dan pada
itulah dia memutuskan perhatiannya.
17
V
ANAPANASATI TINGKAT I
(MENGHITUNG TARIK NAFAS)
Dalam tingkat ini latihan mulai dihubungkan dengan hitungan. Dalam
bathinnya si yogavacara menghitung 'satu' ketika ia menarik napas,
'dua' ketika ia mengeluarkan napas dsb. Janganlah dia menghitung
kurang dari lima, atau lebih dari sepuluh. Hendaknya ia memilih satu
seri hitungan tertentu, yaitu di antara 5 dan 10 seri hitungan yang
mana harus dipergunakannya seterusnya. Setelah sampai pada ujung
seri hitungan yang dipilihnya, dia mulai lagi dari 'satu', dan
seterusnya.
HITUNGAN PAK TANI
Hitungan yang kurang dari 5 akan mengganggu sebab di situ tak
terdapat cukup ruang antara satu seri hitungan dengan seri
berikutnya, seperti menghitung banyak sapi-sapi dalam kandang yang
kecil. Sedangkan hitungan yang lebih dari 10 akan mengalihkan
perhatian dari napas kepada hitungan itu sendiri. Sebaliknya kalau
si yogavacara tidak berpegang pada satu seri hitungan tertentu maka
pikirannya akan dirongrong keraguan.
Pada tahap permulaan biarlah hitungan itu terjadi pada setiap
ujungnya napas, yaitu dengan mencatat dalam bathinnya 'satu' di
ujungnya tarikan napas, 'dua' di ujungnya pengeluaran napas dst,
seperti seorang petani yang menghitung takaran beras setiap kali ia
menuangkan isinya barulah ia menghitung.
HITUNGAN GEMBALA SAPI
Kemudian, setelah mahir dengan cara hitungan di atas, kini biarlah
hitungan itu terjadi pada permulaan tiap tarikan dan pengeluaran
napas. Seperti seorang gembala menghitung sapi-sapinya ketika sapisapi
itu memasuki atau keluar dari kandang. Untuk pelaksanaan ini si
yogavacara berkonsentrasi atas Pintu Hidungnya (dvara) dan di
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
18
sanalah dia menghitung, kenapa harus demikian? Sebab dalam tahap
ini kalau dia mengikuti napas terlalu ke dalam/jauh pikirannya akan
berbelok oleh spekulasi atas proses lahiriah daripada pernapasan dan
dengan demikian gagallah latihan itu.
Dengan demikian, dalam tahap pendahuluan ini hendaklah si
yogavacara berkonsentrasi pada Pintu-Hidungnya, hanya di situ saja,
terus-terus sampai sempurna, sebab di sinilah permulaan dari
latihan-latihan tanpa hitungan yang akan menyusul.
BERAPA LAMA BERLATIH DENGAN HITUNGAN
Beberapa lamakah harus si yogavacara berlatih dengan memakai
hitungan? Dia harus berlatih demikian lamanya sehingga tanpa
bantuan hitungan dia bisa berkonsentrasi pada napasnya. Berapa lama
latihan ini harus diteruskan adalah tergantung sepenuhnya pada si
yogavacara sendiri—mungkin dalam beberapa menit, jam, hari, atau
berapa tahun pun.
JANGANLAH NAPAS DIHALANG-HALANGI
Baik dalam tahap ini maupun dalam tahap-tahap yang lalu, janganlah
pernapasan dibuat-buat, dipaksa-paksakan, ataupun ditahan-tahan.
Dengan seri hitungan yang kedua ini napas akan menjadi cepat dengan
sewajarnya. CATATLAH DALAM BATHIN MENCEPAT ATAU MELAMBATNYA
NAPAS ITU SAJA.
19
VI
ANAPANASATI TINGKAT II
(AYUNAN NAFAS)
Bilamana si yogavacara sudah dapat memusatkan pikirannya atas
napas tanpa bantuan hitungan, maka tibalah dia pada Tingkat II ini.
Kini hitungan dikesampingkan dan si yogavacara memusatkan
perhatiannya pada napas.
Tetapi pikirannya masih mungkin berkeliaran, apalagi sekarang
hitungan tidak lagi membantunya. Maka itu haruslah dia menujukan
pikirannya pada napas mulai dari titik permulaan melalui
pertengahan sampai ke ujungnya napas dan kembali lagi. Ini harus
dilatihnya terus sampai sempurna. Tingkat ini adalah bertalian
dengan bagian pertama dari Tingkat I dimana napas diikuti tetapi di
sini tanpa catatan hitungan di kedua ujungnya.
PERUMPAMAAN SI-PINCANG DAN AYUNAN
Seorang pincang membuatkan anaknya sebuah ayunan yang tempat
duduknya persegi empat. Ketika ayunan itu diayunkannya dan lewat di
hadapannya, dengan mudah dapat dilihatnya mula-mula bagian depan
dari ayunan itu. Dengan demikian diikutinya satu 'ayunan lengkap'.
Demikian juga si yogavacara yang duduk teguh dalam meditasi,
diikutinya 'ayunan lengkap' daripada napasnya yang terdiri dari
titik-permulaan, pertengahan, dan titik ujung dan kemudian melalui
pertengahan kembali pula ke titik permulaan. Bilamana perhatiannya
atas tiga tahap napas itu sudah menjadi otomatis maka selesailah
latihan Tingkat Dua ini.
20
VII
ANAPANASATI TINGKAT III
(KONSENTRASI PADA SENTUHAN NAFAS)
Tingkat ini adalah bertalian dengan bagian latihan hitungan di
Tingkat I. Sekarang perhatian dititik-pusatkan atas kontak atau
sentuhan napas di pintu-hidung dan kali inipun si yogavacara
berkonsentrasi pada napas yang sedang memasuki atau meninggalkan
pintu-hidung. Misalnya, seorang penjaga pintu kota yang
memperhatikan orang-orang yang masuk keluar kota tetapi tidak
menghiraukan ke mana mereka pergi setelah mereka lewat dari pintu
kota.
Pikiran tidak diizinkan untuk mengikuti jalannya pernapasan. Hanya
sentuhan napas di pintu-hidung atau pintu-hidung itu sendiri yang
dijadikan Objek pada konsentrasi. Si yogavacara mencatat keluar dan
masuknya napas di 'pintu' tersebut, tetapi walaupun ia tidak
berkonsentrasi pada napas namun secara otomatis ia menyadari juga
akan titik pertengahan dan titik ujungnya napas. Penyadaran yang
otomatis atas 'ayunan lengkap' daripada napas walaupun ia
berkonsentrasi atas pintu-hidung adalah 'buah sempurna' atau hasil
daripada latihan-latihan yang sudah terlaksana dengan baik dalam
Tingkat Dua.
PERUMPAMAAN SI TUKANG GERGAJI
Contoh: Latihan ini diumpamakan dengan seorang yang menggergaji
sebatang balok di atas tanah yang rata. Perhatiannya tertuju pada
gigi-gigi gergaji yang memotong balok itu. Meskipun dia menyadarinya
tetapi tidaklah dia memperhatikan gigi-gigi gergaji yang bergerak
menuju balok itu ataupun yang bergerak dari balok itu. Dengan
demikian dapatlah dilihat 'usaha yang bertenaga' padhana yaitu aksi
pemotongan balok. Kerja (payoga) daripada si penggergaji ialah apa
yang tercapai dengan penggergajian itu.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
21
Seperti si penggergaji adalah si yogavacara. Seperti balok di atas
tanah rata yang mempermudah penggergajian adalah pintu hidung
selaku objek pembantu (upannibandhana nimitta). Seperti gigi gergaji
adalah Napas. Seperti si penggergaji memperhatikan gigi gergaji yang
sedang memotong balok, begitupun si yogavacara memperhatikan
sentuhan napas di pintu hidungnya. Si penggergaji menyadari
bergeraknya gigi gergaji dari dan ke balok tetapi tidak
menghiraukannya; demikian juga si yogavacara menyadari masuk dan
keluarnya napas dari dan ke pintu-hidung tetapi tidak melayaninya.
Seperti aksi pemotongan balok itu adalah tenaga jasmaniah dan
bathiniannya si yogavacara. Seperti tercapainya hasil kerja dari si
penggergaji demikianpun tercapainya penghancuran napsu-napsu
rendah serta berkurangnya konsepsi-konsepsi pemikiran keliru
daripada sang yogavacara.
Proses lenyapnya napsu-napsu rendah dan berkurangnya konsepsikonsepsi
pemikiran akan selesai setelah si yogavacara melaksanakan
dengan baik latihan-latihan dalam Tingkat IV. Tegasnya proses itu
adalah tertindasnya rintangan-rintangan yang disebut Nivarana,
yaitu yang mencakup napsu-napsu kesenangan badani (kesenangan
keinderaan), kemarahan, kemalasan, kelengahan, kesibuk-kesibukan,
keruwetan-pikiran, dan ketidak-yakinan. Singkatnya kesemuanya itu
menunjukkan pada tercapainya Jhana atau keadaan daripada Jhana.
MANFAATNYA LATIHAN
Keuntungan lain yang masih akan diterima sang yogavacara ialah
penghancur leburan 'Sepuluh Belenggu' (Sannojana) melalui methoda
Jalan pemurnian. Ini akan terjadi dalam kemajuan-kemajuan latihan
dalam Empat Tingkat yang lebih tinggi dari Meditasi ini dan secara
mutlak tercapai dalam Tingkat Akhir (Tingkat VIII) dalam mana si
yogavacara akan mengalami rasa Nikmatnya Pembebasan (Vimutti-sukha).
Tetapi jauh sebelum keuntungan itu dapat dipetiknya, latihan-latihan
dan praktek-prakteknya sudah sempurna. Pikirannya tidak lagi
tertuju pada napas atau pintu hidung. Pikiran telah hening dalam
Jhana. Kesegaran serta Kekuatan Halus yang tak tercatat sedikitpun
telah hadir. Hanya Keuntungan (Visesa) yang menunggu untuk dipetik.
22
VIII
TANDA ATAU OBYEK YANG TIMBUL DALAM LATIHAN MEDITASI
MENGHILANGNYA TANDA ATAU OBYEK
Perbedaan Anapanasati dengan kammatthana-kammatthana lain ialah
dalam kammatthana-kammatthana lain obyek atau tanda meditasi
(Nimitta) semakin lama menjadi semakin jelas, tetapi dalam Anapanasati
obyeknya yaitu napas bertambah lama bertambah samar. Perubahan ini
(yaitu penghalusan napas) tidak terjadi sekaligus atau secara
mendadak.
Seorang yang lemah dan lelah menjatuhkan diri di atas kursi dan
kursi itupun memenjot serta mengeluarkan bunyi. Sebaliknya seorang
yang sehat dan segar akan duduk dengan pelahan sehingga kursi itu
tidak akan memenjot ataupun berbunyi.
Oleh karena itu sang yogavacara sudah melatih badan dan pikirannya
dalam meditasi dan Sila yang sempurna sehingga mencapai suatu
keadaan yang murni dan 'ringan', maka dengan lemah gemulai dia
'meluncur' pada pernapasan yang semakin lama semakin menghalus.
Perubahan-perubahan ini terus-menerus disadarinya hingga pada
suatu ketika dia tidak lagi mengetahui apakah dia masih bernapas
atau tidak. Kesemuanya ini terjadi dengan sedemikian halusnya
sehingga tidak mungkin baginya untuk mengetahui dengan tepat saat
mana dia telah memasuki tingkat meditasi berikutnya yang lebih
tinggi.
APA YANG HARUS DIPERBUAT BILA TANDA ITU MENGHILANG
Sampai di sini Jhana masih belum juga dimenangkan dan hendaknya
latihan-latihan jangan dikendorkan. Hendaknya si yogavacara
merenungkan: "Siapakah yang tak bernapas Ini? Siapakah yang
bernapas itu? Di manakah napas itu sekarang?"
"Bayi dalam kandungan tidak bernapas. Orang yang terlelap dalam
cairan tidak dapat bernapas. Orang dalam keadaan tercekik lemas
tidak bernapas. Dalam keadaan Jhana Ke-IV terdapatlah berhentinya
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
23
napas. Makhluk-makhluk surga, baik yang berbentuk maupun yang takberbentuk,
tidak bernapas, demikian pula para Arahat dalam keadaan
Nirodha Samapatti".
Lalu ditegaskannya kepada dirinya sendiri: "Tetapi kamu (dirinya
sendiri) tidak berada dalam salah satu keadaan itu, maka itu kamu
mempunyai napas. Akan tetapi oleh karena masih kurang murni maka
kamu tidak bisa menyadari napas yang sudah menghalus".
TERARAH PADA PIKIRAN YANG TUNGGAL
Pemikiran atas tarikan napas adalah satu pemikiran dan pemikiran
atas keluarnya napas adalah satu pemikiran yang lain dan pemikiran
atas pintu hidung adalah satu pemikiran yang lain pula. Ketiga
pemikiran itu diperlukan selaku pembantu dalam mencapai Meditasi
Pendekatan (Upacara Samadhi) atau Jhana-penuh. Tetapi tiga pemikiran
tidak condong pada konsentrasi, sedangkan 'satu' pemikiran tidak
mungkin menjadikan Anapasati ('Ana'—tarikan-napas; 'Apana'—
pengeluaran-napas) yang merupakan dasar daripada Meditasi ini. Jadi,
sesudah pernapasan sekarang tampaknya seakan-akan sudah berhenti
maka 'tiga pemikiran' itu diperpadukan sedemikian rupa sehingga
manjadi 'satu' dan meditasipun akan menuju kearah tercapainya apa
yang disebut 'Gambar Pantulan' (Patibhaga Nimitta).
PERUMPAMAAN PEMBAJAK YANG LELAH
Seorang petani membajak tanah di sawahnya, kemudian dia menjadi
letih, lalu dikendorkannya tali les sapi-sapinya dan berbaringlah
dia beristirahat kemudian dia tertidur. Ketika bangun didapatinya
sapi-sapinya sudah menghilang. Dia tidak membuang-buang waktu
mencari jejak-jejak sapi-sapinya tetapi pergilah ia langsung ke
tempat minum sapi-sapi itu sebab ia mengetahui mereka ada di sana.
Di sana ditemukannya sapi-sapi itu lalu diikatnya. Demikian juga si
yogavacara langsung pergi ke pintu hidungnya untuk menemukan
kembali Objek-meditasinya yang menghilang, dan dengan Sati sebagai
tali les, dan Penembusan sebagai cambuk, dengan gigih diperolehnya
kembali tujuan daripada napas yang seakan-akan berhenti.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
24
TANDA YANG TIMBUL
Peristiwa napas yang tampaknya seakan-akan sudah berhenti adalah
sama dengan peristiwa Obyek Yang Timbul dalam halnya kammatthanakammatthana
lain. Walaupun si yogavacara sudah melampaui Obyekpendahuluannya
(Parikamma Nimitta) namun masihlah dia dalam
Meditasi Pendahuluan (Parikamma Samadhi). Obyek yang timbul ini
sekarang sudah dicapainya dan tidak berapa lama kemudian, mungkin
dalam beberapa hari, dia akan mencapai pula Gambar Pantulan Bathin,
pencapaian mana berarti permulaan daripada Tingkat berikutnya
yakni Tingkat IV.
25
IX
ANAPANASATI TINGKAT IV
(MENEMPATKAN PIKIRAN ATAS OBYEK DALAM PERNAFASAN)
BERBAGAI BENTUK PATIBHAGA NIMITTA
Dengan tercapainya Patibhaga Nimitta si yogavacara tiba ke tingkat
empat ini. Adapun Patibhaga Nimitta itu tiba tidak sama wujudnya
kepada semua orang. Pada sebagian orang peristiwa ini datang
disertai rasa gembira yang halus laksana halusnya sutera, atau
angin sepoi-sepoi yang nyaman menyenangkan. Para pengarang telah
coba mempersamakannya dengan: Cahaya bintang, batu permata bulat,
mutiara, kalung rantai perak, kalungan bunga teratai, bulan purnama,
matahari, dan lain-lain.
PERUMPAMAAN 'KHOTBAH'
Banyak siswa-siswa mendengarkan sebuah khotbah. Mereka kemudian
diminta pendapat masing-masing atas khotbah itu. Seorang siswa
teringat akan seluruh khotbah itu dan dipersamakannya dengan air
yang mengalir turun dari gunung sehubungan dengan mengalirnya
kata-kata dengan lancar dan tak terputus-putus. Siswa yang kedua
mengatakan bahwa dia terpesona oleh arti dan keindahan kata-kata
dari khotbah itu dan diperbandingkannya dengan pohon-pohon, buahbuahan
dan bunga-bunga yang indah. Siswa yang ketiga menyatakan
dirinya tertarik oleh persimpangan jalan pemikiran yang terbawa
dalam khotbah itu dan diibaratkannya seperti pohon besar yang
rimbun dengan dahan-dahannya yang lebat dengan bunga-bunga dan
buah-buah yang bermanfaat. Demikianlah caranya manusia 'mampu
mengenali' sesuatu, masing-masing sesuai dan sejalan dengan cahaya
pengertiannya sendiri.
Bilamana Patibhaga Nimitta dan Meditasi Pendekatan yang
menyertainya dimenangkan, maka si yogavacara telah melewati tahap
Meditasi Pendahuluan, tetapi masihlah dia berada dalam lingkungan
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
26
Rasa Badaniah (Kamavacara). Pada tahap ini hendaklah dia
menghubungi guru-meditasinya.
APA YANG HARUS DIJELASKAN SEORANG GURU: Aliran Digha Bhanaka
Berpegang bahwa seorang guru harus tidak lantas berkata: "Itulah
Patibhaga Nimitta!" Kenapa? Sebab si yogavacara akan berpikir bahwa
ia telah berhasil dan mengendorkan usahanya; sebaiknya sang guru
berkata: "Yah, ini telah terjadi, teruskanlah latihanmu". Sebaliknya
kalau sang guru berkata: "Apa yang kamu lihat itu bukan Patibhaga
Nimitta", maka si yogavacara akan berkecil hati dan hilang semangat
usahanya. Di lain pihak, aliran Majjhima Bhanaka tidak setuju dengan
cara itu sebab mereka berpendirian bahwa seorang guru harus
berkata: "Sobat, kamu telah memenangkan Patibhaga Nimitta, teruskan
usaha-usahamu dan yang lain-lainpun akan menyusul".
DALAM TARAP JHANA
Di sini si yogavacara berada dalam 'ayunan' yang akhir daripada
empat tingkat pertama Meditasi ini. Patibhaga Nimitta (Gambar
pantulan Bathin) itu sendiri sekarang menjadi Obyek dari Meditasinya,
bukan lagi pernapasan atau pintu-hidungnya. Dengan tercapainya
Patibhaga Nimitta dan Meditasi Pendekatan yang menyertainya, si
yogavacara telah dapat menindas untuk sementara Nivarana-Nivarana
(Perintang-Perintang Bathin) dan Tanha (napsu-napsu rendah).
Pikirannya kini sudah tenang, dan kesemuanya ini terjadi dengan
berbarengan.
CARA MELINDUNGI DAN MEMPERTAHANKAN PATHIBAGA NIMITTA
Si yogavacara harus tidak merenungkan atas warna, bentuk, sifat tak
kekal, dsb daripada Patibhaga Nimitta yang tetah dimenangkannya. Dia
harus selalu mempertahankannya di depan 'mata pikirannya' tetapi
tidak meneliti akan hal-ihwalnya yang kecil-kecil. Misalnya, seorang
Permaisuri yang hamil tua sedang menunggu kelahiran bayinya kelak
akan menjadi seorang raja besar; tentulah dia akan sangat berhatihati
sekali walaupun dia belum mengetahui bentuk atau rupa dari
bayinya itu. Demikian pun si yogavacara harus berjaga dan
memelihara Patibhaga Nimitta-nya.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
27
MEMASUKI JHANA
Kini disisihkannya segala perintang-perintang dan keruwetankeruwetan
duniawi dan duduklah si yogavacara dengan teguh mengasuh
dan memperkembangkan Patibhaga Nimitta-nya. Dengan kekuatan
kehendak pikiran dia harus membuat Patibhaga Nimitta-nya 'tumbuh
membesar' sehingga seakan-akan memenuhi seluruh ruang angkasa.
Berbareng dengan majunya konsentrasinya dicapainya Apana Samadhi
(Konsentrasi-penuh) ataupun Patthamajjhana (Jhana Pertama) serta
cabang-cabangnya (Anga) yaitu Vitakkavicara (pencerapan), Piti
(kegiuran), Sukha (kenikmatan), dan titik terpusatnya Pikiran (Citta
Ekagatta). Apana Samadhi ini adalah melampaui Kamavacara
(lingkungan rasa badaniah) dan membawa sang yogavacara kepada
Arupavacara (sfeer-tanpa bentuk).
KENAPA JHANA PERLU DIPERKEMBANGKAN
Jhana penuh perlu dipupuk untuk menyempurnakan 5 pencapaian:
1. Untuk membangun kekuatan Perenungan Seketika.
2. Untuk membangun kekuatan Pencapaian Seketika.
3. Untuk membangun kekuatan Keluar Seketika dari Pencapaian.
4. Untuk membangun kekuatan Membikin Jadi Apa yang diingini atau
dikehendaki dengan hanya menggunakan kekuatan pikiran.
5. Untuk membangun kekuatan Melihat kembali dan Memeriksa.
CARA MELINDUNGI KETRAMPILAN MEMASUKI JHANA
Apabila Meditasi sudah disempurnakan seperti di atas, maka orang
tidak lagi perlu memulai dari hitungan atau melalui tingkat-tingkat
meditasi lainnya untuk memasuki keadaan Jhana. Bahkan selagi dia
melakukan kerja sehari-harinya dia bisa meluncur memasuki Jhana
bila dan kapan saja dikehendakinya. Hanya dan ini amat penting
sekali dia harus mempertahankan teguh Kemurnian Silanya
(Silavisuddhi): pada dirinya harus tidak ada pembunuhan, ketidak
jujuran, napsu rendah, kebohongan, ketagihan, kekejaman, kemarahan,
kekerasan, dan iri hati. Kesemuanya itu harus tidak ada pada diri
seorang yang ingin memelihara 'Sang Kekuatan' tanpa berkurang atau
bercacat sedikitpun.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
28
LAMA BERLANGSUNGNYA JHANA
Orang dapat memperpanjang keadaan Jhana selama dikehendakinya
tetapi orang Buddhis tidak melihat manfaat dalam meneruskan keadaan
Jhana lebih dari tujuh hari. Selanjutnya dia perlu memelihara
keseimbangan dalam kekuatan pikirannya (Indriya-Samatta-
Patipadanata). Kekuatan pikiran yang dimaksudkan adalah terdiri dari
keyakinan, usaha, kewaspadaan, konsentrasi, dan kebijaksanaan.
Kesemuanya itu harus berimbang dengan baik.
MENCAPAI LINGKUNGAN (SFEER) TANPA BENTUK Dengan meneruskan
latihan dan sedikit demi sedikit melewati dan meninggalkan faktorfaktor
Jhana yang disebut Vitakavicara, Piti, Sukha, sehingga hanya
ketinggalan Ekaggata dan Keseimbangan, si yogavacara akan
memenangkan Jhana-Jhana yang lebih tinggi sampai dengan Jhana IV.
Jika diingininya si yogavacara dapat mencapainya sebelum
melaksanakan sisa 4 Tingkat lebih tinggi—mencapai pula 4 Tingkat
Arupavacara. Tapi jalan ini menuju pada suatu 'Cul-de-sac' (jalan
buntu) yang tak meguntungkan.
29
X
JALAN PANDANGAN TERANG
PENEMBUSAN
Sesudah diuraikan tentang Pencapaian Jhana, maka selesai sudah
penjelasan mengenai Empat Tingkat Pertama Kammatthana ini.
Pencapaian Jhana ini walaupun masih bercorak duniawi, namun adalah
sesuatu yang luar biasa (supernormal). Seperti orang menyalakan
lampu listrik dengan hanya memutar knop, si yogavacara sudah dapat
memutar 'knop' pikiran Jhana-nya untuk menembus hakekat sejati
daripada barang-barang dalam sekilas saat Pandangan-terangnya yang
pertama ke dalam Sang Lokuttara dalam tahunya dia yang telah
'Memasuki-Sang-Aliran' atau Sang Sotapatti Magga Nana.
KEADAAN SEORANG SOTAPATTI
Kini dan seterusnya lenyap sudah untuk selama-lamanya
Sakkayaditthi (pandangan palsu), Vicikiccha (keragu-raguan) dan
Silabataparamasa (ketakhyulan). Tidak akan ada lagi keadaan Neraka
mengangakan mulutnya untuk Suciawan ini. Jalannya telah terbentang
lebar dan seperti dipuji-pujikan dalam kitab-kitab: "Lebih agung dari
raja-raja, dari keadaan para dewa, dari dipertuan oleh seluruh dunia
adalah 'BUAH LANGKAH PERTAMA KEARAHATAN' Ini!" Sesuatu yang tak
pernah dimimpikannya mungkin dalam masa hidup ini, kini telah
benar-benar dialaminya sendiri. Bahkan selagi dalam dunia inipun
walaupun hanya dalam Jhana Pertama, manusia telah dapat mencicipi
Bahagia Terluhur Para Dewa Brahma! Untuk selanjutnya mencapai Sang
Lokuttara melalui metode Pandangan-Terang, si yogavacara harus
kembali dari Apana Samadhi ke Upacara Samadhi.
APAKAH VIPASSANA (PANDANGAN TERANG) ITU?
Adakalanya dalam impian terjadi kilas-kilas yang dalam hidup-sadar
disebut 'nyata/sejati' dan dianggap penting dalam kehidupan. Dalam
pada ini tidaklah terbukti akan kesejatian daripada hidup-mimpi itu
dan tidakpun dimaksudkan bahwa hidup-sadar sekalipun layak disebut
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
30
'sejati' bila dipandang dari sudut ilmu jiwa Buddhis. Tetapi demi
mewujudkan pandangan itu, perlu di sini dijelaskan bahwa Kilas-Kilas
Penilaian (Vipassana) bisa dan memang terjadi dalam hidup-sadar yang
sebenarnya tak sejati itu. Di sini dimaksudkan bahwa walaupun media
itu sendiri (yaitu si subyek sang yogavacara sendiri) tidak sejati
baik dalam hidup-sadar maupun hidup-mimpi, namun kedua-duanya jenis
hidup itu dapat disinari kilas-kilas ilham yang tidak bersumber
daripadanya. Namun juga perkembangan 'dalam' daripada kedua jenis
hidup itu, bila berada di atas garis yang benar, dapat menghasilkan
BUNGA PIKIRAN yaitu Ilham.
Impian-impian itu tampak cukup nyata (real) ketika orang sedang
mengalaminya dan hanya tampak fantastis kepada mereka yang
'sada' (dan tak mengalaminya sendiri). Sang Buddha mengajarkan bahwa
bilamana tiba 'BANGUN AGUNG' (Great Awakening) maka terbuktilah di
situ bahwa segala-galanya di sekeliling kita yang tampaknya sejati
dan nyata ini tidaklah lebih daripada unsur-unsur impian belaka.
ILHAM
Empat jenis ilham mendahului datangnya Bangun Agung itu, yang oleh
kaum Buddhis disebut Vipassana (Pandangan-Terang), yaitu pandangan
dalam arti pengertian yang terang akan ke-ADA-an yang wajar
alamiah, atau pandangan akan se-ADA-nya sesuatu tanpa diwarnai
kesan-kesan, konsepsi-konsepsi dan sebagainya. Sebagian dari Wujud
Kepalsuan yang terdiri dari sensasi-sensasi, persepi-persepsi,
pengalaman-pengalaman bahkan kesadaran pun kita sekarang tolak dan
sangkal sebagai 'saksi' dan kenyataan oleh karena kebenaran itu
adalah ekspresi daripada ilmu pengetahuan duniawi (mundane).
Penyinaran dahsyat hasil Vipassana Menembus menghancurkan dan
menyapu bersih semua kekhayalan. Untuk mencapai Penerangan Dahsyat
ini Sang Buddha telah menunjukkan cara serta jalannya.
Setelah menginsyafi sifat ketidak-kekalan semua fenomena, bahkan
fenomena yang tertinggi sekalipun, si yogavacara kini bertekad
untuk mencapai 'Yang Abadi Itu'. Atas jalan Empat Tingkat yang lebih
tinggi dari Kammatthana ini, bangunlah sang yogavacara maju menuju
'Sang Tujuan Agung'.
Meditasi Pernafasan (ANAPANASATI)
31
TINGKAT-TINGKAT DARI KESUCIAN
Sang yogavacara telah menyempurnakan dua Visuddhi yaitu Pemurnian
Sila dan Pemurnian Citta (Pikiran). Lima Visuddhi lain akan
disempurnakannya pula dalam 4 Tingkat yang lebih tinggi, yaitu:
1. Ditthi — Kemurnian Pandangan
2. Kankha Vitarana — Penanggulangan Keraguan
3. Maggamagga Nanadasana — Ketajaman Memilih Jalan
4. Patipada Nanadasana — Kemajuan Ketajaman Memilih Jalan
5. Nanadasana — Kesempurnaan dalam Memilih
BANGUN
Tahap demi tahap sang yogavacara bangun maju menuju SINAR BANGUN
MULIA yang disertai penghancuran total Tanha untuk selamanya.
MENCAPAI NIKMAT PENGHENTIAN
Bilamana dan di mana saja dikehendakiNya, dia bisa memasuki Nirodha
Samapatti (Nikmat Penghentian) serta mengalami Nikmat-nya
Kebahagiaan-Mutlak daripada Nirwana, Sang Lokuttara, selagi sang
yogavacara masih hidup sebagai manusia yang menghirup hawa-udara
dunia ini!
Hening dia duduk—tak sehelai rambutpun bergeser
Walau guntur bergemuruh, petir bersambar-sambaran;
Karena Pikiran telah dimenangkan—
Takkan lagi Avidya dapat menyelubungi
Apa yang Vipassana dari rantai emas bebaskan sudah.
32
TENTANG PIKIRAN INI – AJAHN CHAH
Pada hakikatnya tiada yang salah dengan pikiran kita. Pikiran ini
begitu suci dan tenang. Saat ini pikiranmu tidak tenang karena
selalu mengikuti suasana hati. Pikiran menjadi tidak tenang atau
gelisah karena tertipu oleh suasana hati. Sesungguhnya ia tidak
memiliki apa-apa di dalamnya. Namun pikiran yang tidak terlatih
begitu bodoh, hingga rangsangan indera datang menerpa dan menjerat
dalam bahagia, derita, suka dan duka. Semua pengaruh indera itu
bukan pikiran, suka dan duka itupun bukan pikiran. Mereka hanya
suasana hati yang datang memperdaya. Pikiran yang tidak terlatih
akan hanyut dan mengikuti mereka, lupa akan hakikatnya dan kita
lalu akan berpikir bahwa kitalah yang sedang bersedih, sedang
gembira, dan sebagainya.
Sesungguhnya pikiran ini bisa berada dalam keadaan tenang;
benar-benar tenang! Seperti sehelai daun yang tenang selama tiada
angin berhembus, tapi bila angin datang, ia akan bergoyang. Dedaunan
bergoyang ditiup angin—pikiran bergoyang disebabkan pengaruh
rangsangan indera, menuruti ajakannya. Jika kita tidak menurutinya,
karena mengetahui hakikat pengaruh-pengaruh itu dan tak mau ambil
peduli lagi, maka pikiran tidak akan bergoyang.
Latihan kita sesungguhnya adalah penelaahan hakikat pikiran
yang alamiah. Kita akan melatih pikiran untuk mengetahui pengaruhpengaruh
indera agar tidak terhanyut di dalamnya. Hanya dengan
latihan yang tidak mudah ini kita akan memperoleh hasil.

No comments:

Post a Comment