Thursday, August 28, 2014

batu Empedu

BEBAS batu empedunya tlah keluar semua dengan metode yang sama, tambahan, minyak zaitun ditambah sari jeruk bali setengah gelas (125 cc minyak zaitun+ 125 cc sari jeruk bali) dan pagi harinya jam 06.00 minum garam inggris(magnesium sulfat) dan ulangi lagi jam 08.00. Hasilnya ... SubhanalLah, AlhamdulilLah, hasil laboratorium menyatakan empedu bu narsih telah CLEAR n BRIGHT.

Wednesday, August 27, 2014

Bebas dari Rasa-diri?

Bebas dari Rasa-diri?

Terbebas dari ‘rasa-diri’ adalah  
tiba-tiba menyadari bahwa
Anda bukanlah seperti yang  
Anda sangka selama ini.
Sebelumnya Anda menyangka kalau  
Anda adalah pusat;
tapi sekarang Anda merasakan kalau  
diri Anda hanyalah satelit.
Sebelumnya Anda menyangka kalau  
Anda adalah penari;
sekarang Anda menyadari kalau  
Andalah tarian itu. 

~ Anthony de Mello. 

Bagi kita, tabir demarkasi yang jelas antara diri dengan yang bukan-diri, antara yang di dalam dan yang di luar, adalah tubuh ini. Tanpa adanya tubuh, otomatis demarkasi itu sirna, secara fisikal-objektif; namun apakah ia juga sirna secara mental-subjektif?

Tidur dan bermimpi, salahsatu bukti kalau, kendati tubuh ini berikut segenap oragan-oragan indria motorik dan sensoriknya tidak aktif, rasa-diri masih tetap ada. Didalam mimpi, jelas dirasakan kalau ada ‘diriku’ —yang bertindak sebagai subjek yang bermimpi— dan yang ‘bukan diriku’. Bedanya, kalau sebelumnya ia bersifat kasat-indria, maka sekarang tidak lagi; sekarang ia lebih bersifat kasat-rasa.

‘Yang merasa-ada’ —yang juga merasa merasakan dan mengetahui, atau merasa mengalami— masih tetap merasa terpisah dengan yang di luarnya, yang dianggapnya sebagai bukan-dia. Kenapa? Karena rasa itulah yang telah ia biasakan seumur-hidup, rasa itulah rasa-diri satu-satunya yang ia kenal.

Kendati tubuh ini telah dikremasi sekalipun, rasa-diri masih tetap bekerja. Bedanya, kalau semasih berjasad-kasar rasa-diri masih dirujukkan dengan tegas pada jasad ini —yang lebih merupakan fenomena neurologis yang tersublimasi menjadi fenomena mental-psikologis maka ketika tidak berjasad lagi, kesan-kesan mental yang timbul wakru masih berjasad itulah sekarang membentuk rasa-diri.

Kecuali dapat dipastikan bahwa, dengan musnahnya jasad berikut segenap perangkat dan fenomena neurologisnya musnah pula kesan-kesan yang terbentuk di tataran mental-psikologis, maka rasa-diri boleh jadi juga sirna.
 
Bisa dirasakan langsung kalau rasa-diri tidak bisa dipisahkan dengan kesan-kesan mental yang terbentuk. Ia tidak berdiri sendiri, tidak independen; walaupun cenderung ingin dan merasa demikian. Sesuatu yang lahir dari proses sintesa, yang bersifat sintetis, hanya mungkin mengada selama penyebab-penyebab yang memungkinkan berlangsungnya proses itu ada dan bekerja. Itulah yang mengkondisikan keberadaannya. Oleh karenanyalah, rasa-diri selamanya terkondisi. Dimana kita tahu kalau yang terkondisi, tidak bisa bebas. Tidak mungkin bebas. Apa artinya ini?

Ini berarti, semasih ada rasa-diri —yang bertindak sebagai subjek yang mengalami dan menikmati itu— selama itu pula seseorang sebetulnya tidak pernah bebas. Makanya, kebebasan yang dimaksudkan didalam ajaran kebebasan atau kemahardikan manapun, adalah kebebasan dari rasa-diri ini. Bahkan, tanpa adanya rasa-diri ini, tak ada sesuatupun yang perlu pembebasan. Makanya, yang tidak lagi ada di bawah cengkraman rasa-diri sebetulnya sudah bebas. ... sudah merdeka .... disini dan saat ini juga. Kendati masih mengenakan jasad seutuhnya.

Bali, 28 Oktober 2005.
__________________
Baca juga: “Dari Rasa-diri hingga Universalisme” dan “Rasa-ada bukanlah Rasa-diri”. Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/22418.

Saturday, August 9, 2014

JATI DIRI MANUSIA IDEAL

 
 
 
 
 
 
2 Votes

Apa yang akan terjadi bila manusia sudah sesuai dengan iradat atau kehendak-Nya? Ya, dia akan menjadi insan sempurna atau disebut Insan Kamil. Lantas apa dan bagaimana potret manusia ideal yang tersebut? Apakah sesuai dengan jati dirinya sendiri atau diri yang mencontoh para Nabi/Rasul sehingga jati diri kita hilang?
Artikel ini dimaksudkan sebagai upaya (meski kecil) untuk memperteguh keimanan kita, bahwa sesungguhnya keyakinan kita adanya manusia sempurna yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa itu bukanlah utopia atau angan-angan kosong. Sehingga upaya kita untuk berproses dan bermetamorfosis untuk menjadi insan kamil sebagai tujuan hidup itu tidaklah sia-sia belaka.
Kami ingin agar Pembaca yang budiman mengkritik dan memberi sanggahan atas alur berpikir saya yang dinilai salah, sehingga tidak terjadi dominasi alur berpikir. Sebab saya yakin, rumusan kebenaran bersama yang dipikirkan oleh banyak kepala derajatnya akan lebih sempurna dan lebih lengkap dibandingkan dengan berpikir sendiri atau dengan hanya sekelompok kecil keyakinan yang tidak disanggah melalui argumentasiyang matang dan masuk akal.
Ada sebuah tesis bahwa sebuah upaya perjalanan spiritual pasti memiliki titik henti. Titik henti itu merupakan tujuan proses perjalanan spiritual yaitu menjadi manusia sempurna/insan kamil di dunia ini. Tanpa adanya insan kamil atau manusia sempurna di dunia ini berarti proses perjalanan spiritual kita bisa dikatakan tidak masuk akal. Ibarat kita sedang mencari dan ingin menjadi sosok idola sementara sosok idola itu tidak ada dalam kenyataan. Bukankah hal ini merupakan kekonyolan?
Bila kita yakin bahwa tujuan pencarian kita adalah menjadi manusia sempurna, insan kamil, atau manusia yang sudah bertakwa, atau manusia yang sudah mampu manunggal dengan kehendak dan iradatnya itu ada. Lantas seperti apa adanya itu? Sifat-sifatnya? Dan siapa contoh manusia sempurna itu?
Ya benar, bahwa para nabi/rasul yang tersebut dalam kitab suci adalah manusia yang sempurna. Sehingga kita diminta untuk mencontoh/mensuritauladani sepak terjang mereka di dunia. Lantas pertanyaan kita, bagaimana dengan perilaku mereka bisa diterapkan oleh kita yang sangat tidak ideal ini?
Nanti bila kita sudah ditiadakan di dunia ini, atau meninggal dunia dan ditanya oleh malaikat; maka pertanyaannya mungkin sebagai berikut: Apakah kamu sudah berperan sebagai Karto, Karso, Karno yang ideal sesuai dengan jati dirimu sendiri? Pasti kita tidak ditanya, apakah kamu (Karto, Karso, dan Karno) sudah berperilaku dan bersifat seperti Para Nabi/Rasul yang hidup ratusan atau ribuan tahun lalu?
Inilah yang perlu digarisbawahi, bahwa kita diharapkan untuk menjadi DIRI SENDIRI dengan sifat, watak, karakter yang asli diri kita. Diri yang mampu mengolah seluruh potensi kemanusiaan kita yang paling baik, berperilaku yang terbaik dan berkarya sesuai dengan apa yang sudah kita miliki sekarang ini. Tidak mungkin kita berkarya dengan potensi-potensi yang bukan diri kita. Misalnya, kita diharapkan berkarya menciptakan pesawat terbang bila kita tidak memiliki potensi keilmuan yang mendukung terciptanya pesawat terbang.
Jadi manusia yang sempurna dan ideal sesungguhnya adalah manusia sesuai dengan JATI DIRI Karto, Karso, Karno, …. atau sesuai dengan titah Anda diciptakan-Nya. Sehingga sangat masuk akal bila kita bertanya dalam rangka untuk menjadi manusia sempurna sebagai berikut: Apakah saya sudah menjadi sebagaimana yang Tuhan kehendaki, apakah kaki saya sudah melangkah sesuai dengan karep atau kehendak sang Pencipta kaki? Apakah akal sudah untuk berpikir sesuai dengan Sang Pemrakarsa? Apakah tangan saya sudah memegang dan menyentuh sebagaimana yang dikehendaki Sang Maha Penyentuh?
Ini berarti yang dikehendaki Tuhan adalah: Jadilah diri Anda sendiri, sebab inilah yang dicontohkan oleh para Rasul dan Nabi kita dulu. Sebagaimana Muhammad SAW juga tidak mencontoh Nuh, Isa, Musa, Ibrahim maupun Adam. Isa juga tidak mencontoh Ibrahim, Ibrahim juga tidak mencontoh Nuh, dan seterusnya… Mereka tidak mencontoh siapa-siapa, dan mereka yakin bahwa Tuhan sudah menciptakan diri mereka sendiri sangat sempurna. Tinggal bagaimana SESEORANG ITU MEMUNCULKAN POTENSI KEMANUSIAAN YANG PALING SEMPURNA YANG ADA PADA DIRINYA.
Keyakinan ini sangat ideal, saya kira, karena lebih menghargai prinsip keadilan Tuhan. Karena Tuhan Maha Adil pula dia tidak membeda-bedakan manusia kecuali ketakwaannya, kecuali perilakunya, kecuali amal perbuatannya. Amal perbuatan juga pasti disesuaikan dengan potensi kemanusiaan yang sudah diberikan Tuhan kepada kita.
Tidak mungkin saya stau mungkin Anda dituntut untuk memimpin sebuah umat misalnya, sebab kita dilahirkan dengan sifat-sifat introvet, tidak mampu berbicara di depan umum, tidak memiliki sumber daya yang mendukung untuk diyakini oleh banyak orang. Bukankah sekarang ini jamannya bahwa pemimpin umat adalah mereka yang memiliki segudang kelebihan? Wajar para Nabi dan Rasul dipercaya oleh banyak orang sebab mereka dibekali dengan mukjizat-mukjizat untuk meneguhkan kepercayaan orang terhadap eksistensi kenabian/kerasulan. Para nabi dan rasul itu juga memiliki tanda-tanda kenabian/kerasulan yang bisa dilihat secara obyektif dan meyakinkan.
Sementara kita?
Jangankan mukjizat, wahyu dan Jibril juga tidak pernah dan mungkin pula hingga akhir hayat tidak mungkin akan mendatangi kita… Duh, gimana ini?
Jangan putus asa dari rahmat dan hidayah Allah SWT. Sebab dia telah memberikan kita kemudahan-kemudahan yang luar biasa banyak. Semua telah diberikan gratis pada kita. Boleh dikatakan kita ini manusia gratisan. Tubuh gratis, nyawa gratis, otak, batin, udara gratis pula… Nah, kenapa pula kita masih mengeluh bahwa kita manusia yang tidak sempurna dan gudang kebodohan?
Yakinlah sekarang, bahwa sesungguhnya kita adalah manusia yang serba sempurna. Manusia sempurna bukan manusia yang memiliki mobil, rumah, pekarangan, sawah, gunung, lautan, kaal pesiar, hotel, penjara, kekuasaan, uang beratus juta, tabungan, kartu kredit, isteri cantik, dan sebagainya… Manusia sempurna adalah manusia yang menyadari kesempurnaan wujudnya sebagai pemberian lengkap dari Tuhan untuk disyukuri sekaligus dimanfaatkan untuk tujuan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Berbuat sebaik-baiknya sesuai dengan JATI DIRI-nya masing-masing.
Oleh sebab itu, manusia sempurna bisa datang mana saja… Bisa datang dari Gang Buntu di ujung RT becek sana, bisa datang orang yang tinggal di sepetak tanah di tengah area persampahan, bisa datang dari bawah kolong jembatan yang berdindingkan kardus dan tidur dengan kertas koran, namun bisa juga datang dari sebuah kamar hotel mewah berbintang tujuh.
Ada sebuah kata yang bijaksana yang dilontarkan oleh Socrates dan di dalam kitab Suci juga ada: KENALILAH DIRIMU SENDIRI, MAKA KAU AKAN MENGENAL TUHANMU. Ya, kita tidak diminta mengenal Para Nabi/Rasul/Para Sahabat/Para Ulama/Para Pemimpin Sekte dan seterusnya untuk mengenal Tuhan. Tapi justeru mengenal DIRI SENDIRI YANG SEJATI. Ada apa sesungguhnya dengan diri ini? Apakah kita sudah mengenal benar-benar siapa diri kita? Jangan-jangan apa yang telah kita anggap diri sendiri selama ini ternyata belum diri sejati kita? Pantaslah bila akhirnya kita belum mengenal Tuhan… Lha wong mengenal diri sendiri saja belum, gitu kok mau mengenal Tuhan…
Parahnya, bila kita tidak mengenal diri sendiri, maka kita tidak akan mengenal Tuhan. Namun kita akan mengenal antitesis dari Tuhan yaitu setan. Kalau ini terjadi, pasti yang kita kenal bukan diri sendiri tapi diri orang lain atau malah diri setan itu sendiri. Ya, ampun deh…
Monggo kita diskusikan bersama, jangan sampai kita terjebak dalam anggapan bahwa diri kita sudah menjadi diri sejati kita. Bila kita yakin bahwa diri kita sudah menjadi diri sejati kita, ini berarti diri kita sudah dibisiki oleh setan. Diri sejati lah yang hanya bisa mengenal Tuhan Yang Sejati yang digambarkan oleh para ahli kebatinan sebagai TAN KENA KINAYA NGAPA… Yang tidak bisa digambar oleh pikiran dan kata-kata. Bila Anda kebetulan pada suatu ketika merasa sudah mengenali Tuhan, yakinlah itu bukan Tuhan yang sesungguhnya…sebab Dia tidak bisa digambar oleh otak, qalbu dan mulut Anda.
Ini sedikit tips sholat khusyuk: Jangan menggambar Tuhan dengan kekuatan pikiran. Seberapa kuat pikiran Anda menggambar Tuhan dalam angan-angan? Menggambar benda yang ada di depan mata saja saya yakin tidak sempurna kok, mana mungkin mampu menggambarkan Tuhan dengan kekuatan fokus pikiran dan fokus batin kita.. Bukankah Tuhan juga tidak berwujud sebagaimana yang ada dalam gudang data/memori di otak? TUHAN MEMILIKI SIFAT BERBEDA DENGAN SEMUA HAL YANG PERNAH DIKETAHUI DAN DIANGANKAN OLEH MANUSIA. Sehingga sholat khusyuk justeru tidak perlu konsentrasi macam-macam. Pikiran dan batin kita hanya sumarah, pasrah total, sumeleh saja…
Salam sih katresnan
wongalus
Categories: JATIDIRI MANUSIA IDEAL | 15 Komentar

GELANDANGAN FAKIR HE-MEN

 
 
 
 
 
 
3 Votes

gelandanganku
Orang-orang memangilnya He-Men. Dia adalah salah satu pejalan spiritual yang mendapatkan perintah guru spiritual untuk menjadi gelandangan. Inilah sekelumit kisah perjalanan mereka yang tangguh dan teguh menjalani laku suluk. Jadi gelandangan fakir di jalan Allah.
Melanjutkan posting terdahulu KENAPA GURU SPIRITUAL MENYURUH MURID JADI GELANDANGAN? Saya ingin berbagi kisah nyata saudara-saudara saya yang alhamdulillah, saya kenal dan saksikan apa dan bagaimana mereka mendapatkan perintah dari para guru spiritual untuk menjadi “gelandangan” tersebut.
Pertama, guru mistik yang saya maksud dalam postingan pertama tidak selalu berbentuk manusia nyata, yang bisa dipegang, diraba dan dilihat. Guru spiritual ini bisa berwujud makhluk Tuhan yang sudah meninggal dunia, apakah itu malaikat atau mungkin juga roh leluhur yang ditugaskan Tuhan untuk membimbing manusia agar saleh, bertakwa dan baik.
Kedua, kehadiran guru mistik ini biasanya tanpa dinyana dan tanpa direkayasa. Tiba-tiba saja mereka hadir menjadi teman perjalanan spiritual seseorang yang telah bertobat dan bertekad untuk menjalani jalan suluk yang panjang dan mengerikan.
Ketiga, guru mistik ini datang atas perintah Tuhan. Bila Tuhan menghendaki seseorang itu katakanlah X menjadi beriman dan beramal saleh, bertakwa pada-Nya sekaligus biasanya ditunjuk untuk menyebarkan kebenaran maka Tuhan mengutus sesuatu hal: apakah itu seonggok batu, serangga, malaikat, jin, setan, roh leluhur atau makhluk lain yang namanya tidak kita ketahui untuk menjadi guru spiritual dan penyadar X yang telah ditunjuk-Nya. Tuhan Maha berkekendak, dan kehendaknya melampaui logika normal manusia seperti kita. Jadi, ya terserah Dia saja.
Yang unik, bahasa guru spiritual untuk berkomunikasi dengan si X juga bermacam-macam sarananya, Bisa jadi dengan telepon genggam dan memerintahkan secara langsung seperti kita menyuruh siapa untuk melakukan sesuatu. Bisa jadi melewati mimpi saat kita tertidur, bisa jadi guru spiritual ini masuk ke raga seseorang untuk sementara dipinjamnya dan berkomunikasi dengan X.
Pernah suatu ketika ada seseorang pejalan spiritual (salah seorang sahabat saya, pemilik blog sebelah) diuji guru spiritualnya dan bercerita kepada saya (wongalus): “Saat itu saya sudah janjian dengan kakek (sebutannya untuk guru spiritual) di sebuah taman yang sepi. Saya tunggu di sana kok tidak ada yang datang dan saya sudah gelisah. Tiba-tiba saya didatangi seorang wanita cantik dan eh,.. saya digoda. Dasar pria, keimanan saya terus terang sedikit goyah dengan godaannya untuk mengajak kencan… Entah kenapa, feeling saya akhirnya mengatakan jangan turuti dan saya diam saja dengan ulah nakalnya. Ternyata benar, sang wanita cantik yang sudah menggerayangi bagian-bagian tubuh saya itu lantas tertawa dan mengatakan bahwa dia adalah kakek, guru spiritual saya… Saya benar-benar malu, ternyata kakek sudah masuk ke jasad wanita tersebut.”
Kejadian seperti ini berulang berkali-kali hingga kemudian si murid spiritual ini hapal benar karakter sang guru spiritual ini suka dengan selera humor anak muda dan suka menggoda sang murid dengan masuk ke jasad manusia yang karakter dan wataknya berlainan.
Nah, di awal artikel saya telah menyebut seorang yang bernama samaran He-Men. Siapa dia? Dia adalah salah seorang keturunan pewaris sebuah pondok pesantren Siwalan Panji di kawasan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Bila orang paham silsilah atau nasab, ini adalah pondok pesantren yang sepuh dari sisi ilmu. Di pondok pesantren ini pula, KH Hasyim Asyari, pendiri NU pernah berguru dan memperisteri salah satu anak kyai di sana. Itu sebabnya, bila Gus Dur ke Sidoarjo maka dia menyempatkan untuk mengunjungi Ponpes ini dan menyapa kerabatnya yang tinggal segelintir hidup di sana dengan sebutan: “Kangmas” sebutan untuk menghormati saudara Gus Dur yang lebih tua.
Yang terkenal ustad pengasuh ponpes yang saat ini masih hidup adalah Gus Hasyim Mudjib dan seseorang yang namanya saya sebut tadi, He-Men. Beda dengan Gus Mujib, bila dia berada di jalur formal dan juga memasuki kancah politik dengan pernah menjadi anggota DPRD, namun He Men ini mengikuti jalur nyeleneh. Sejak kecil dia ditempa tidak dilingkungan Pondok. Dia malas belajar kitab-kitab kuning sebagaimana para santri-santri lain. Dia malah menjadi mahasiswa umum di sebuah perguruan tinnggi namun entah karena apa, bangku kuliah ini juga tidak dituntaskannya.
Kesukaan He-Men adalah mengkritik, memprotes, demonstrasi di jalanan mengkritik pemerintah. Menentang ketidakadilan, kekotoran dan kebusukan politikus-politikus dan penguasa yang dianggapnya lalim dan dzalim. Pakaiannya pasti unik, nyeleneh dan gayanya eksentrik. Coba bayangkan, saat yang lain berpakaian jeans dan berkaos oblong sebagaimana kesukaan anak muda; tiba-tiba dia datang mengenakan baju resmi berwarna merah, bercelana pantalon, bersepatu hitam mengkilap, berdasi kupu-kupu warna kuning, rambut dicat seperti anak muda kota, bahkan alisnya dihitamkan…. Menyaksikan keanehan penampilan si He-Men yang usianya sekitar tujuh tahun di bawah saya, biasanya saya dan beberapa teman hanya mbatin: Kok bisa ya…. tapi juga enggan untuk melontarkan secara langsung khawatir yang bersangkutan tersinggung.
Tiba-tiba He Men yang selama ini menemani kami menghilang….. kami pun melupakannya. Kejadian ini terjadi awal tahun 2001 yang lalu. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh tahun eh… si nyeleneh He Men datang lagi dengan penampilan yang sudah berubah. Serba hitam. Pakaian muslim hitam, kopyah hitam, celana panjang hitam. Bicaranya pun sudah berubah total. Saya yakin, Nur… cahaya Allah sudah menerangi dia. Setiap butir kata yang meluncur dari mulutnya mencerminkan hikmah dan kebenaran ayat-ayat ilahi yang diperolehnya dari nglakoni menjadi gelandangan, sang fakir yang hanya berserah diri kepada Allah SWT.
Kisahnya selama melakoni jadi sang fakir alias gelandangan ini sangat panjang. Sering kami bertemu hanya untuk bersilaturahim antar sesama muslim. Kadang dia beranjangsana ke rumah pada tengah malam hingga subuh untuk berbagi cerita. Dan kebetulan saya menyukai kisah-kisahnya yang luar biasa. Rasa-rasanya setiap jengkal pengalaman yang dikisahkannya kepada saya menjadi sangat berarti dan semuanya terang benderang oleh cahaya Tuhan. Sayang saya sepertinya tidak mampu menuliskannya lagi karena keterbatasan energi memori saya yang sangat kecil ini.
Secara garis besar, perjalanan si gelandangan He Men dimulai dari Sidoarjo, Jawa Timur…. menuju Kudus, lantas ke selatan singgah di Solo dan kemudian jalan kaki dilanjut ke barat Klaten bertemu Mbah Lim Imam Puro pengasuh Ponpes terkenal di sana, dan menuju ke Jogja terus ke barat… hingga ke ibukota negara Jakarta. Di sana dia menetap untuk beberapa tahun. Selanjutnya perjalanan dimulai lagi di Sumatra. Mulai Lampung hingga Aceh.. kembali lagi melewati jalan yang sama… balik ke Jakarta, kemudian ngubek-ubek kota-kota di Kalimantan…. Dengan berjalan kaki dan tanpa uang sepersenpun. Hanya memiliki harta berupa pakaian yang menempel di badan dan sepatu. Singgah di masjid, surau dan langgar… kadang menjadi imam sholat, kadang menjadi makmum, kadang tiba-tiba ikut jadi tukang bersih-bersih masjid. Tidak ada jadwal waktu dan hari kapan dia akan bergerak lagi memulai perjalanan ….
Kata He Men: “Rezeki Allah luar biasa banyak. Kita kadang lupa untuk bersyukur ya.. Udara gratis, tubuh gratis, nyawa gratis… eh nasi gratis. Dalam perjalanan, saya tidak boleh meminta makanan dan minuman dari siapapun juga. Kecuali kalau saya dikasih, maka akan saya terima…” “Setiap butir nasi bungkus pemberian Gusti Allah melalui tangan orang lain saya rasakan sangat berarti. Bahkan bila sudah saking laparnya, saya diperintahkan Gusti Allah untuk mengambil makanan sisa orang di sampah… saya nikmati…. dan luar biasa… saya hidup pasrah karena Dia Maha Pemberi Rezeki…” ungkap He Men.
Tidak terhitung mengalaman mistik supranatural yang dijumpai si He Men ini. Barangkali jin dan hantu-hantu sudah pada malas menggoda si manusia fakir pilih tanding ini. Olah rasa dan olah batinnya ditempa sekian lama oleh penderitaan dan kepasrahan kepada Tuhan satu-satunya pencipta Semesta Alam. Setiap titik yang disinggahi, apakah itu di surau, masjid, langgar, gang kumuh di kota, lokalisasi, atau di dekat istana negara…selalu saja dia menjadi bahan tertawaan bahkan menuduhnya kurang waras. Itu konon, pikiran dan alur logikanya memang sudah dianggap ketinggalan jaman padahal menyuarakan kebenaran.
Misalnya: saat bertemu dengan seorang serdadu/tentara yang bergerombol menjaga istana negara suatu malam. He Men: Pak apa yang Anda jaga… presiden atau istara presiden?” Serdadu: Presiden!!! He Men: Presiden kan tidak tidur di sana? Serdadu: Kok tahu… sok tahu kamu!!! He Men: Ya tahu aja, nggak mungkin dia tidur di istana lha wong ini cuma gedung simbol negara… Serdadu: diam, mungkin mikir ini anak gelandangan agak gila tapi benar juga omongannya. He Men: Daripada jaga gedung dan mikir masalah duniaaaa terus… mending dzikir pak… Ingat Tuhan, Ingat yang menciptakan Anda, pasti ada manfaatnya. Dia akan ingat juga sama sampean… dan sampean bisa meminta apapun karena dia Maha Pemberi….. Serdadu: Terima kasih. Tapi tolong Anda pergi dari sini… He Men: Ya sudah… assalamualaikum….
Saat di Jakarta itulah, kata He Men, dia sehari-hari tidur di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Hingga suatu ketika ada seseorang yang mengenalinya sebagai cucu seorang ulama sepuh di Jawa Timur dan dianggap anak angkat seorang anggota DPR/MPR. Si gelandangan He Men juga memiliki bejibun kisah mistis. Banyak kisah mistik supranatural yang kadang enggan diceriterakan He Men ke orang lain dengan alasan kalau nanti justeru dianggap sombong dan takabur. Namun karena berbagai hal juga, dia bisa menceriterakan dengan gamblang sebagaimana dituturkan kepada saya (wongalus) bagaimana dia dia mempersunting seorang gadis desa.
“Saat itu perjalanan saya melewati sebuah desa malam hari sunyi. Sudah di atas jam duabelas malam. Tidak ada satupun orang terlihat melintas. Tiba-tiba ada ikan menggelepar di depan saya…. Karena lapar sudah sehari nggak ada yang ngasih makan, saya ambil ikan itu siapa tahu bisa saya makan… Saat akan saya ambil, eh tiba-tiba dia bisa ngomong… Saya bukan jatahmu, saya hanya memberitahu suatu saat kalau kamu lewat di jalan ini lagi, maka itulah saatnya kamu menikah disini… Ikan kemudian tidak jadi saya ambil. Dua tahun kemudian, saat suatu malam saya melewati jalan itu lagi… eh, ikan itu muncul lagi di tempat yang sama dan saya ditagih untuk menikah. Akhirnya, saya duduk di pinggir jalan untuk bertanya ke sana kemari apa ada seorang perempuan yang ingin menikah… Ternyata ada seorang perempuan guru ngaji yang belum menikah dan membutuhkan suami. Berdasarkan informasi dari orang tersebut, Saya datangi rumahnya dan saya tembung orang tuanya… anaknya pun suka dengan saya… ya akhirnya saya menikah…” kisah He Men.
Kisah mistik lain adalah perjumpaannya dengan seorang tokoh kyai Mbah Lim Imam Puro. Mbah Lim adalah kyai yang misterius dan tidak setiap saat mau ditemui para tamu. Konon, Mbah Lim yang dikenal sebagai seorang kyai “khos” ini kadang entah kenapa melempar para tamu dengan benda apa saja untuk menunjukkan keengganannya ditemui para tamu yang datang ke rumahnya. Bahkan tidak jarang dia mengambil sapu dan dipukuli para tamu itu… Iki kakean (kebanyakan) dosa… hayo tobat!!! Namun uniknya, dengan mudah dia mendatangi He Men yang nunggu di depan rumah pada suatu malam… dia tidak ngamuk apapun dan meminta agar He Men secepatnya pulang ke rumah. “Perintah Mbah Lim itu kemudian saya laksanakan.. saya nggandol pulang naik kereta api…., tiba di pondok (Ponpes Siwalan Panji), ternyata ibu saya sakit dan setelah bertemu saya, dia dipanggil Allah. Ibu berwasiat agar saya meneruskan menjadi ustad mengasuh pondok,” ujar He-Men.
Inilah sedikit kisah yang bisa saya sampaikan kepada para Pembaca budiman yang sempat mampir di blog ini. Masih banyak kisah mistik yang dialami He Men. Namun karena keterbatasan saya, tidak sempat saya tuliskan. Alhamdulillah dan insyaallah He Men diberi rahmat Gusti Allah untuk jujur dan mampu membedakan dari mana kata yang mengandung kebenaran dan mana kata yang menyesatkan. Apakah itu sumbernya dari membaca buku, dari sekolah, dari katanya teman, atau langsung dari Nur Allah…. Dan kata-kata He Men, saya yakin benar-benar dari Nur Allah…. Alhamdulillah, Tuhan sudah memberikan pengajaran yang begitu kaya kepada saudara kita yang satu ini.
Sayangnya, saya kembali merasa kehilangan jejak kemana si He-Men sekarang berada. Dia jarang terdengar di peredaran dan ternyata informasi dari beberapa teman dekatnya mengatakan bahwa sekarang dia mengembara lagi ke Kalimantan, Sulawesi dan entah kemana lagi.
Untuk saudaraku He Men… selamat jalan, kepasrahanmu kepada-Nya menjadi inspirasi kami semua. Bila Tuhan satu-satunya yang jadi perisai pelindungmu, siapa lagi yang dikhawatirkan dan ditakutkan??? Terima kasih dan selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan,… dan bila ada kata yang dirasa kurang pas dan kurang berkenan, ini semata-mata karena kebodohan saya pribadi untuk “meringkas” dan memaknai kasunyatan ini dengan pemilihan kata-kata yang pas.
wongalus
Catatan: naskah ini sudah mengalami penyuntingan dari naskah awalnya. Terima kasih sedalam-dalamnya kepada Saudara saya Ki M4stono (www.kanktono.blogspot) yang berkenan melakukan koreksi sebagaimana yang ada di saran. Kesalahan itu semata-mata karena kekuranghatian saya dan Matur  Nuwun Ki. Gusti Allah yang membalas kebaikan Anda.
Categories: SI GELANDANGAN FAKIR HE MEN | 20 Komentar

KENAPA GURU SPIRITUAL MENYURUH MURID JADI GELANDANGAN?

 
 
 
 
 
 
6 Votes

Salah satu yang dianjurkan dalam meniti jalan spiritual adalah menghilangkan keakuan/ego/diri. Proses ini harus dilalui agar diri yang masih diliputi hasrat kebendaan sedikit demi sedikit terangkat menemukan DIRI SEJATI-NYA.
Dalam tradisi tasawuf atau mistik Islam, kita mengenali tahap ini sebagai tahap pembersihan diri dari berbagai hawa nafsu yang masih melekat kuat pada diri seseorang. Tanpa dilakukan pembersihan, diri kita tidak akan mampu membuka mata terhadap petunjuk/rambu-rambu hidup yang diberikan-Nya. Bila kita sudah mampu membaca rambu-rambu/petunjuk-Nya, otomatis kita pun mampu terus berjalan di jalan yang telah digelar untuk kita.
Cara kaum sufi –sebutan bagi mereka yang menempuh jalan tasawuf sebagai pilihan hidup untuk pendakian spiritual— untuk proses penghilangan diri ini bermacam-macam. Semua sufi besar sepanjang masa, melakoni tidak dengan cara yang sama. Masing-masing disesuaikan dengan kadar ego/keakuan yang dimiliki masing-masing individu. Siapa yang mampu melihat berat ringan melekat dan tidak melekatnya diri pada dunia benda, hasrat egoistik, dan keinginan hawa nafsu?
Disinilah orang terkadang mengharuskan para penempuh jalan suluk untuk berguru kepada seorang guru yang diyakini ilmunya lebih tinggi. Hubungan guru dan murid, adalah hubungan antar teman konsultasi berbagi pencapaian tahap spiritual termasuk keluhan-keluhan apa yang dihadapi selama menjalani olah batin. Murid akan diarahkan untuk tetap tegar dan tenang sekaligus akan disembuhkan secara batiniah oleh sang guru bila terjadi kegagalan fokus dan gangguan-gangguan oleh pihak luar apakah itu manusia, jin maupun hal lain.
Guru lebih mengerti daripada murid karena mereka sudah terlebih dulu memiliki pengalaman menempuh jalan spiritual tertentu. Ibarat sang guru akan memberikan pengertian bagaimana cara naik sepeda karena dia pernah dan sering naik sepeda. Dalam konteks perjalanan spiritual mistik, guru tidak hanya memberi pengertian teoritis saja sebagaimana guru sekolah-sekolah formal, melainkan ikut menceburkan diri dalam laku sang murid.
Guru atau pembimbing spiritual kemudian menyarankan agar sang murid menjalani proses penghilangan diri ini. Ini adalah proses kedua setelah seorang murid benar-benar berniat untuk tobat kembali ke jalan Tuhan. Atau sang murid sudah benar-benar mau dan bertekad sangat kuat untuk menjalani proses laku yang panjang. Tobat oleh sebab itu merupakan tahap awal.
Nah asal muasal seseorang itu tobat dan benar-benar sadar semuanya hak istimewa Tuhan. Tidab bisa diganggu gugat dan tidak bisa direspon oleh siapapun untuk bertobat. Maka, bila kita sudah ada kesadaran untuk bertobat maka harusnya disyukuri dan lekas-lekas untuk berterima kasih pada-Nya. Jangan sampai hidayah pemberian tobat ini ditarik lagi gara-gara kita tidak bersyukur.
Wujud syukur adalah menerima dengan ikhlas dan kemudian melaksanakan perubahan diri itu. Apabila Tuhan menghendaki, maka Dia kan memberi guru spiritual yang sesuai. Guru tiba-tiba akan datang membimbing kita dan hendaknya kita menyambut dengan kuat untuk menjalani pengajaran-pengajaran Tuhan Yang Maha Memberi Petunjuk tersebut.
Masih ingat bagaimana proses yang dijalani oleh Sunan Kalijaga sewaktu belum menjadi wali? Sang guru spiritual Sunan Bonang atas “dawuh” atau petunjuk-Nya menyuruh agar Sunan Kalijaga meditasi/tapa duduk bersila di pinggir sungai untuk sekian waktu dengan fokus pikiran pada sebuah tongkat yang ditancapkan Sunan Bonang. Apabila nanti Sunan Bonang sudah mencabut tongkat tersebut, maka itu tanda bahwa Sunan Kalijaga sudah selesai menjalani laku penghilangan diri ini.
Ada pengalaman beberapa sufi yang diperintahkan seorang gurunya untuk hidup menjadi pengemis dan menggelandang bertahun-tahun. Mereka harus hidup dalam kesengsaraan dan kemiskinan, dengan pakaian seadanya, tidak boleh melanggar wewarah misalnya dilarang meminta makanan. Boleh makan asalkan diberi oleh siapapun juga.
Sang pelaku atau murid ini diminta untuk tidak mengaku nama, alamat, asal usul-nya bila ditanya oleh orang lain. Tidak melanggar semua aturan yang telah disampaikan guru. Semua ini pada hakikatnya agar sang diri murid yang penuh kekotoran dan kemunafikan dihilangkan, dan diganti dengan diri yang sama sekali baru. Diri yang sepenuhnya mendapatkan tuntunan Tuhan.
Sesungguhnya, perintah puasa Ramadhan dan melaksanakan semua tata cara beribadah dalam agama Islam selama sebulan penuh itu pada hakikatnya sama dengan laku penghilangan diri. Pelaku puasa ditatar, didril, dibersihkan dari kekotoran dan kerak yang menyebabkan batin menjadi buram. Sang aku dan diri dihilangkan kemudian diganti dengan Diri yang sama sekali dipenuhi oleh sinar pencerahan. Namun sayangnya, puasa yang kebanyakan dilaksanakan oleh kaum muslimin masih belum sepenuhnya dihayati secara mendalam dan dilaksanakan sepenuh jiwa. Inilah yang menjadi kritik bersama, semoga puasa Ramadhan tahun ini menjadi pemicu kita untuk menjadikannya sarana penyucian diri.
Saya juga menemukan beberapa orang yang diharuskan oleh guru spiritualnya untuk menjalani laku jadab seperti ini. Berjalan keliling Jawa, Sumatra, Kalimantan tanpa bekal apapun kecuali PASRAH KEPADA TUHAN. Setelah mereka pulang dari pengembaraan, mereka pasti akan berubah total. Diri mereka tersucikan, mulut, tubuh dan perilaku mereka tidak seperti sebelumnya yang sak karepe dhewe. Melainkan sebaliknya, tertuntun oleh sebuah kekuatan ghaib dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bisa disimpulkan penghilangan diri adalah sebuah proses kepasrahan yang kaya dengan pengalaman mistik. Sebab setelah diri/keakuan hilang maka Tuhan Gusti Allah akan mengisi keakuan kita yang sudah hilang tersebut dengan DIRI SEJATI-NYA. Ini adalah pengalaman kebersatuan dan kemanunggalan dengan iradat Gusti Allah. Oleh sebab itu pengalaman yang demikian ini pasti akan kaya dengan certia yang bagi kalangan awam dianggap tidak masuk akal dan sangat supranatural. Siapa yang berniat menetapkan tujuan hidup untuk berjumpa dengan Tuhan, pasti akan melalui proses yang berat ini.
wongalus

SUSILA BUDHI DHARMA

 
 
 
 
 
 
2 Votes

Salah satu aliran kepercayaan asli Indonesia bernafaskan Kejawen Islam ini sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Jauh sebelum era globalisasi dan pasar bebas, SUSILA BUDHI DHARMA telah tersebar di 80 negara dengan anggota 20 ribu orang.
subuh
Nama Indonesia sebenarnya tidak jelek di dunia internasional. Negeri yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja dan kini sedang sedih karena berbagai aksi radikalisme, anarkisme dan nasionalisme yang memudar ini, sebenarnya menyimpan kekuatan spiritual yang justeru diakui di dunia internasional. Kekuatan spiritual ini bisa jadi cara olah batin untuk mengubah dunia. Salah satu bukti statemen itu adalah diterimanya salah satu aliran kebatinan Jawa (Kejawen) di dunia internasional sejak puluhan tahun yang lalu.
Subud didirikan oleh almarhum R. M. Muhammad Subuh Sumohadiwijoyo. Bapak (panggilan akrabnya di kalangan Subud) menerima latihan secara spontan (dalam khasanah internal Kebatinan dikatakan telah menerima WAHYU. Sebutan ini dari kacamata Agama Islam dinilai agak kurang PAS karena yang menerima wahyu hanya para nabi. Lebih tepatnya menerima ilham) pada tahun 1925, saat berumur 24 tahun. Subuh bercerita saat dia menerima wahyu: “Saat itu Bapak (Subuh menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Bapak bukan “saya” atau “Kami” seperti kebanyakan orang) bekerja di kantor melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tahu-tahu semua itu berhenti, berakhir. Akal tidak bekerja lagi. Kemudian Bapak menerima seperti yang akan Saudara terima di dalam latihan. Bapak tidak mencari ilmu, karena tidak mempunyai guru atau pengajar. Bapak hanya sekadar menerima, dan itu disebut Mukjizat Allah, Anugerah Tuhan. Itu hanya diberikan kepada orang kalau orang itu tidak mencarinya, sepi ing pamrih. Kalau seseorang menyerah dan pasrah dalam menerima Anugerah Tuhan, maka Tuhan akan memberi Anugerah-Nya…”
Inilah awal sejarah Subud yaitu ketika almarhum R. M. Muhammad Subuh Sumohadiwijoyo mendapatkan pengajaran langsung dari Tuhan. Kontak ini disusul dengan masa tiga tahun yang ditandai gejolak luar biasa di dalam jiwanya. Pada akhir masa itu, doanya terkabul dengan diperolehnya petunjuk bahwa karunia yang telah diterima beliau tidak hanya untuk dirinya sendiri dan dapat dibagi-bagikan kepada siapa saja yang berminat. Hanya disyaratkan bahwa anggota tidak boleh dicari-cari. Delapan tahun kemudian sejak diterimanya wahyu pertama tersebut, pada tahun 1933 Muhammad Subuh menamakan apa yang diterimanya ini sebagai LATIHAN KEJIWAAN. Subud sebagai organisasi kemudian dibentuk dan resmi berdiri tanggal 1 Pebruari tahun 1947 di Yogyakarta. Pada tanggal 23 Juni 1987, Muhammad Subuh dipanggil Sang Khalik di Jakarta dalam usia 86 tahun.
Muhammad Subuh dikenal para pengikutnya sebagai orang yang winasis, sakti dan waskita. Salah satu hal yang penting sebagai tonggak yang membesarkan organisasi ke dunia Internasional yang dipimpin Subuh ini adalah peristiwa sembuhnya Eva Bartok, artis Inggris setelah sakit bertahun tahun. Secara pribadi Subuh dikenal pula bertangan dingin dan mampu mengobati berbagai macam penyakit hanya dengan memasrahkan segala penyakit ke Tuhan. Apa komentar Subuh saat bisa menyembuhkan Eva Bartok? “Itu bukan Bapak yang menolong atau menyembuhkannya. Bapak hanya menunjukkan cara berbakti kepada Tuhan Allah, dan dia sembuh. Eva menjadi sehat, dan segala-galanya berakhir dengan baik. Bapak hanya menunjukkan cara berbakti. Kesehatan seseorang adalah perkara antara orang itu dan Tuhan Allah. Orang lain tidak dapat turut campur tangan…”
Bagi pengagumnya, figur Subuh tak hanya pribadi yang mempesona auranya, tapi lebih-lebih pesona spiritualnya. Maklum, Subuh bisa di-artikan sebagai Subud, nama kondang di peta spiritualitas. Subud adalah sejenis latihan spiritual yang diperoleh Subuh melalui sebuah pengalaman gaib pada 1925. Jalan spiritual itu kemudian disebut latihan kejiwaan Subud, kependekan dari Susila Budhi Dharma. Inti latihan kejiwaan itu berupa pasrah kepada Tuhan.
Manusia, menurut Subud, memiliki akses langsung dan cara yang unik untuk berhubungan dengan Tuhan. Subud, menurut Suryadi Haryono, penasihat Yayasan Susila Dharma Indonesia, bukan agama, ajaran, atau sejenis meditasi. Sebagian kalangan muslim memandang Subud, seperti aliran kebatinan umumnya, mengabaikan syariat. Benarkah? “Subud tidak bermaksud memisahkan manusia dari agamanya. Justru melalui proses pembersihan diri ala Subud, orang semakin mengamalkan ajaran agama,” kata Suryadi.
Idries Shah (1926-1996), penulis tasawuf kelahiran India, pernah menyatakan bahwa Subud adalah bentuk popularisasi dari tasawuf dan latihan kejiwaan. Subud tak ubahnya olah batin cara sufi. Muhammad Subuh memang pernah berguru kepada Kiai Abdurrahman, guru tarekat Naqsabandiyah di Kota Semarang. Namun, Subuh menolak penilaian keterkaitan antara Subud dan tasawuf. Dalam otobiografinya, Subuh menyatakan bahwa latihan kejiwaan tak diperoleh dari manusia. Sebagai organisasi, Subud berdiri secara
resmi pada 1947 di Kota Yogya. Pada 1957, markas Subud berpindah ke kawasan Cilandak, Jakarta. Pengikut Subud hingga 1950-an masih terbatas di Pulau Jawa. Pada 1995, jumlah mereka secara nasional sekitar 15 ribu orang, demikian menurut esai ilmiah Robert J. Kyle dari Jurusan Arkeologi dan Antropologi Universitas Nasional Australia. Mereka tak hanya datang dari berbagai kelas sosial, tapi juga dari penganut agama resmi di Indonesia: Islam, Katolik, Protestan, Buddha, dan Hindu.
Sejak 1957, ratusan orang di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia mulai masuk Subud. Penyebaran ini berkat artikel-artikel di koran dan jurnal Eropa tulisan Husein Rofe, ahli bahasa asal Inggris yang pernah berguru kepada Subuh. Juga buku-buku lain. Kini jumlah anggota Subud diperkirakan 20 ribu orang, yang tersebar di 80 negara. Mereka membentuk organisasi nasional di negara masing-masing dan secara internasional mendirikan World Subud Association. Lalu, ada juga organisasi Susila Dharma Internasional, yaitu lembaga swadaya masyarakat yang berafiliasi pada organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di Indonesia, pengikut Subud ber-organisasi di bawah Yayasan Susila Dharma Indonesia. Dan kini pelatih spiritual tertingginya adalah Siti Rahayu Wiryohudoyo, anak tertua Subuh.
Subud adalah bagian dari pertumbuhan mistisisme atau sebut saja gerakan kebatinan di Jawa pasca kemerdekaan. Mereka yang terdaftar di meja birokrasi pemerintah pada 1970-an berjumlah 350 kelompok. Nama kelompok itu antara lain Sumarah, Sapta Darma, dan Pangestu. Hanya Subud yang mendunia. Fenomena itu, menurut studi Robert J. Kyle, adalah bagian dari pencarian identitas budaya menghadapi gemuruh modernitas yang mulai menyentuh Indonesia. Ada berbagai pandangan dari beberapa pengamat, misalnya Koentjaraningrat, tentang faktor kemunculan gerakan kebatinan di Jawa. Ada yang memandang gerakan itu sebagai pelarian psikologis masyarakat dalam menghadapi kerasnya kondisi sosial ekonomi, pe-perangan, kerawanan sosial, dan cepatnya perubahan sosial. Pengamat lain berpendapat itu merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap kurangnya toleransi dan kecenderungan ritualistik dari kaum beragama. Kegagalan agama-agama untuk menjadi sumber moralitas juga dituding sebagai biang keladi. “Semua pandangan itu ada benarnya,” kata Robert dalam esai ilmiahnya. Apa pun latar sosiologis kelahirannya, kehadiran Subud terbukti memenuhi dahaga spiritual zaman, terutama di Barat.
***
SUBUD merupakan singkatan SUSILA BUDHI DHARMA. SUSILA menunjukkan sifat insan yang memiliki tabiat manusia yang sempurna sesuai dengan kodrat Tuhan. BUDHI berarti bahwa di dalam diri manusia terdapat suatu daya luhur yang dapat membimbingnya bila ia mampu menginsyafi kehadiran daya tersebut. DHARMA melambangkan penyerahan manusia kepada Kebesaran Tuhan Yang Mahakuasa. Latihan kejiwaan Subud adalah praktek rohani yang merupakan inti eksistensi Persaudaraan Subud. Dalam latihan kejiwaan Subud, si pelatih menyerah sepenuhnya kepada, membuka rasa dirinya kepada, dan mengalami kontak langsung dengan Kekuasaan Tuhan. Selama latihan berlangsung, si pelatih hanya mengikuti apa saja yang timbul dalam rasa dirinya dari saat ke saat. Pengalaman ini bersifat sangat pribadi, sehingga masing-masing pelatih akan mengalami hal-hal yang berbeda-beda. Karena apa yang diterima dalam latihan kejiwaan Subud bersifat sangat khas dan dalam, maka pengalaman-pengalaman para pelatih tidak mungkin digambarkan secara memuaskan dengan kata-kata. Dijelaskan bahwa tujuan utama latihan kejiwaan Subud adalah memberdayakan kita, dengan menyerah kepada Kekuasaan Tuhan serta mengikuti petunjuk-Nya, agar lambat laun dapat mencapai keadaan kodrati kita yang sebenarnya sebagai manusia sempurna, atau insan kamil. Siapa saja boleh masuk persaudaraan Subud asalkan calon anggota sudah mencapai umur 17 tahun, telah menjalankan masa percobaan selama tiga bulan guna mengerti asas dan tujuan Subud, dan tidak ada halangan apa-apa, maka barang siapa akan diterima sebagai anggota Subud.
Subud bukanlah organisasi atau sekte yang eksklusif, karena menerima anggota dari segala macam agama, maupun mereka yang belum beragama. Oleh karena esensi Subud adalah kebaktian kepada Tuhan Yang Mahakuasa, maka tidak ada alasan untuk terjadinya konflik dengan agama yang diyakini. Malah sebaliknya, banyak anggota Subud yang mengaku setelah mengikuti latihan kejiwaan mulai menghayati agamanya sendiri dan menghormati agama-agama orang lain. Latihan kejiwaan Subud dimulai dengan PEMBUKAAN. Selama beberapa bulan setelah dibuka, seseorang yang baru menjadi anggota dianjurkan melakukan latihan dua kali seminggu selama setengah jam. Bila sudah cukup terbiasa menerima latihan, dia akan dibenarkan berlatih tiga kali seminggu.
Latihan kejiwaan Subud dapat dilakukan baik dalam kelompok maupun sendirian. Bila keadaan memungkinkan, idealnya ialah berlatih dua kali seminggu dalam grup dan sekali seminggu seorang diri. Kini, di berbagai komunitas di seluruh dunia terdapat sebanyak 385 grup Subud. Komite-komite setempat mengusahakan sarana latihan. Di sebagian besar negeri tempat Subud berakar ada organisasi nasional yang mengadakan kongres berkala agar para anggota dapat baik bersilatulrahmi maupun berbakti bersama kepada Tuhan Yang Mahaesa. Semua organisasi nasional mengambil bagian dalam Asosiasi Subud Sedunia (World Subud Association, WSA) dan memilih direktur dan pejabatnya. WSA mensponsori kongres internasional yang diselenggarakan tiap empat tahun sekali. Pada tahun 1997 kongres tersebut akan diadakan di kota Spokane, Washington, Amerika Serikat. Kongres-kongres sebelumnya diadakan di Kolombia, Australia, Inggris, Kanada, Jerman, Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat.
Dalam salah satu transkrip ceramahnya kepada para calon anggota Subud di Singapura, pada 16 April 1960 Muhammad Subuh mengatakan bahwa Subud bukanlah agama baru, juga bukan sebagian agama yang sudah ada, apalagi suatu ilmu. Subud hanya merupakan lambang cara hidup manusia sempurna. Susila Budhi Dharma oleh sebab itu merupakan lambang tindak-tanduk manusia di dalam latihan kejiwaan Subud, artinya apa saja yang terjadi di dalam latihan kejiwaan Subud sungguh-sungguh merupakan Kehendak Tuhan dan terjadi karena memang demikianlah Kehendak Tuhan atas diri kita. Itu amat cocok dengan kitab bahwa Tuhan selalu dekat pada manusia, atau bahwa manusia sangat dekat pada Tuhan, bahwa Tuhan memberikan apa saja yang dibutuhkan manusia, dan bahwa manusia dapat menerima apa saja yang diberi oleh Tuhan. Apa yang harus kita serahkan kepada Tuhan? “Bukan harta benda kita, bukan apa yang kita cintai, apalagi apa yang kita miliki, karena Tuhan tidak membutuhkan semua itu. Yang harus kita serahkan ialah akal-pikiran, hati, dan nafsu, karena itu semua merupakan alat-alat yang selalu menghalang-halangi kita kalau mau dekat pada Tuhan..” kata Muhmmad Subuh.
Menurut Subuh, Tuhan memerintah tanpa perkakas atau bahan, sedangkan manusia, kalau mau membuat suatu barang, membutuhkan, misalnya, meja, kayu, paku, martil, dan alat-alat lainnya. Untuk bisa membuat bom atom, manusia membutuhkan alat-alat yang lebih banyak lagi untuk mengubah bahan baku menjadi bom atom. Tetapi semua itu tadi tidak diperlukan Tuhan. Tuhan Allah mencipta tanpa perkakas dan bahan. Di sini terang sekali bahwa untuk dapat mengerti Kehendak Tuhan tidak ada jalan lain buat manusia kecuali betul-betul menyerah, karena hati dan akal pikirannya tidak mungkin akan dapat bertemu dengan Tuhan. “Itulah yang kita lakukan dalam latihan kejiwaan. Kita hanya menyerah saja tanpa menggunakan akal-pikiran, hati, dan nafsu, karena tugas kita ialah hanya sekadar menerima jatah yang Tuhan catukan kepada kita. Demikianlah dapat dimengerti bahwa Subud itu hanya merupakan lambang kehidupan manusia yang wajib menurut Kehendak Tuhan melulu serta melaksanakan Perintah-Nya di dunia, dan demikian pula di akhirat.” Ujar Subuh.
Itulah karenanya maka dalam mengikuti latihan kejiwaan Subud kita tidak mempunyai ajaran, tidak ada yang perlu kita pelajari, karena yang dihendaki tidak lain kecuali sungguh-sungguh menyerah. Siapa saja yang mengatakan bahwa ia tahu di mana jalan menuju ke Tuhan sebenarnya mendahului pemberian Tuhan sebelum ia dapat menerimanya. Tidak ada yang perlu kita lakukan kecuali menerima apa yang diberi-Nya, atau apa yang menjadi Kehendak Tuhan atas diri kita. Itulah sabda sejati para nabi, “Asal engkau pasrah kepada Tuhan dengan ikhlas dan jujur, Tuhan akan memayungi dan menuntun dirimu.”
Di dalam latihan kejiwaan kita tidak mempunyai kemauan satu pun. Menurut Subuh, kita tidak mempunyai permohonan satu pun. Kita hanya sekadar menerima apa saja yang Tuhan berikan. Tidak patut kalau kita meniru atau mencontoh orang lain. Kita masing-masing harus menemukan dan menempuh jalan sendiri ke Tuhan. Biasanya, kalau berguru, seorang murid banyak diajari untuk melakukan persis apa yang dilakukan oleh gurunya, agar ia dapat menggayuh apa yang telah tercapai oleh sang guru. Sebenarnya itu keliru, sebab jangankan di antara guru dan murid-muridnya, di antara saudara kandung saja sudah banyak perbedaannya. Dengan demikian tentunya kita dapat mengerti bahwa jalan yang cocok untuk seorang guru dalam hal menemukan Tuhan, belum tentu cocok untuk murid-muridnya. Subuh menjelaskan kalau kita sungguh-sungguh sudah benar-benar dapat mengenal aspek halus kita, maka di dalam segala hal kita akan dituntun oleh Kekuasaan Tuhan, sebab Kekuasaan Tuhanlah yang bekerja di dalam dan di luar kita, sehingga di mana saja, di kantor atau sedang menyetir mobil, atau melakukan apa saja, kita akan selalu dituntun oleh Kekuasaan Tuhan. Sungguh jelas apa yang tersabda di dalam Alquran, “Sebelum bertindak, ucapkanlah bismillaahir rahmaanir rahiim.
Itu, kata Subuh, mengandung arti bahwa kita mengikuti Tuntunan Tuhan dan hanya akan melakukan apa yang dititahkan-Nya. Saudara tidak akan tergesa-gesa bertindak dan baru setelah itu ingat Tuhan, sehingga menyesal, merasa kecewa dengan apa yang telah Saudara lakukan. Kalau sebelum kita mulai bekerja Tuhan Allah selalu ada di dalam kesadaran kita, maka segala apa yang kita kerjakan nanti akan benar. “Itu juga mengandung arti bahwa kita tidak boleh bertindak tanpa Tuntunan Tuhan, karena jika Tuhan Allah kita lupakan, kita tidak akan mendapat Pertolongan-Nya kalau ternyata tindakan kita salah. Kekuasaan yang kita saksikan, hanya untuk meyakinkan bahwa Kekuasaan Tuhan Yang Mahakuasa bekerja di dalam kita, tidak ada hanya di dalam diri kita, melainkan juga ada di dalam tiap-tiap ciptaan. Itulah sebabnya, maka di dalam latihan kejiwaan kita tidak akan merugikan agama kita masing-masing. Apa yang kita alami dan lakukan akan berasal dari Kehendak Tuhan, dan kita hanya membuka apa yang sudah ada di dalam kita,” ujar Subuh.
Oke deh, salam damai di alam kelanggengan buat Pak Subuh.
wongalus

Cerdas Spiritual

Ke“cerdas”an “spiritual” adalah ke“cerdas”an tertinggi yang dapat diraih oleh manusia. Ke“cerdas”an “spiritual” memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. Ke“cerdas”an “spiritual” memungkinkan kita untuk bermain dengan batasan, menjalankan permainan tak terbatas. Ke“cerdas”an “spiritual” juga memberi kita kemampuan membedakan. Ke“cerdas”an “spiritual” memberi kita moralitas, kemampuan menyesuaikan aturan yang baku dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Ke“cerdas”an “spiritual” dapat menangkap pesan dan hakikat baik dan jahat. Ke“cerdas”an “spiritual” pun mampu membayangkan suatu kemungkinan yang belum terwujud — untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri dari kerendahan. Ke“cerdas”an “spiritual” merupakan kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia, dengan sumber terdalamnya terletak pada inti alam semesta, sejarah dan kedalaman jiwa kita. Menurut Zohar dan Marshall, ke“cerdas”an “spiritual” adalah fasilitas yang berkembang selama jutaan tahun, yang memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan. Dalam tradisi Islam, salah satu jalan untuk hidup “cerdas spiritual” adalah tasawuf.

Muhamad Wahyuni Nafis, dalam bukunya ‘9 Jalan untuk “Cerdas Emosi” dan “Cerdas Spiritual”, membahas tentang ‘Sembilan Jalan untuk “Cerdas Emosi” dan “Cerdas Spiritual”. Dia membaginya menjadi ‘Tiga Jalan':
1. Tiga Jalan Pertama: Sabar , syukur dan tawaduk.
2. Tiga Jalan Kedua: Baik sangka, amanah dan silaturahim.
3. Tiga Jalan Ketiga: Tawakal, ikhlas dan taqwa.

1. Sabar.
Sabar adalah mengekang kendali diri dan menahan pelampiasan amarah yang mengakibatkan kekecewaan dan kegelisahan. Orang yang sabar sangat sadar bahwa pelampiasan amarah dapat mendatangkan bencana. Penyabar, tidak mudah mengeluh, tidak suka mengadu dan tidak senang menyalahkan orang lain. Penyabar akan mendasarkan respons dan kegiatannya pada prinsip hidup yang benar, yaitu prinsip hidup yang menguntungkan semua pihak, membebaskan dan membahagiakan. Tidak akan mudah dipengaruhi oleh hal-hal eksternal. Tidak akan: ‘senang tiada kepalang kala mendapat pujian dan pusing tujuh keliling kala mendapat kritikan’.

2. Syukur.
Perilaku syukur dapat dimulai dengan sikap menerima keadaan apa adanya. Apabila mendapat keadaan yang tidak sesuai dengan keyakinan dan aturan yang berlaku, orang berkarakter syukur akan menghindar dan menolaknya dengan tenang serta tidak akan terpengaruh oleh keadaan buruk tersebut. Pemilik karakter syukur dapat menerima sekaligus memanfaatkan sesuatu yang disukai ketika memperolehnya. Ia juga sanggup menerima sesuatu yang ada dan yang tiada. Berkaitan dengan kecakapan, pemilik karakter syukur sangat maksimal menggunakan kecakapannya. Ia sangat maksimal memfungsikan berbagai komponen yang dimilikinya untuk meraih kehidupan yang lebih baik, lebih sukses dan lebih bahagia.

3. Tawaduk.
Tawaduk adalah perwujudan tiadanya sikap takabur. Para pemilik karakter tawaduk, tenang, penuh wibawa, rendah hati, tidak jahat, tidak congkak dan tidak sombong. Mereka adalah orang-orang yang berilmu dan bersikap lemah lembut. Mereka selalu menjaga kehormatan diri dan tidak berlaku bodoh. Orang berkarakter tawaduk selalu memperhatikan kedudukan orang lain dan tidak berlaku arogan. Mereka juga mempunyai karakter sederhana serta bebas dari sikap lalai dan berlebihan. Oleh sebab itu sikap tawaduk membuat pemiliknya disenangi sekaligus dikagumi orang lain. Tuhan juga mewajibkan Rasulullah SAW untuk bertawaduk kepada orang di sekitarnya sebagaimana firman Allah dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 215. Hadits Riwayat Muslim juga menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawaduk, sehingga tidak ada satupun yang terhina dan tidak satupun yang tersakiti’.

4. Baik Sangka (Positive Thinking).
Sikap dan perilaku ini sangat dianjurkan oleh Islam karena merupakan konsekwensi logis yang niscaya dari ajaran bahwa semua manusia pada dasarnya adalah baik. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dan dilahirkan dalam keadaan fitah (suci). Jadi manusia pada dasarnya cenderung kepada kebenaran dan kebaikan. Hindarilah banyak berprasangka, karena sebagian prasangka adalah dosa. Juga janganlah saling memata-matai dan jangan saling menggunjing. Karakter baik sangka sangat erat kaitannya dengan sikap menjauhi perbuatan mengejek, mencela, mengolok-olok, merendahkan dan memberi sebutan buruk kepada orang lain.

5. Amanah.
Amanah merupakan salah satu konsekwensi iman, yaitu sifat dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan khianat yang amat tercela. Amanah adalah sikap dan perilaku teguh dan konsisten terhadap peraturan, kesepakatan dan tuntutan alami. Karena itu, amanah sangat terkait erat dengan perilaku adil dan jujur. Amanah juga berarti integritas, yakni adanya kesatuan antara teori dan praktik, antara pengetahuan dan pengamalan.

6. Silaturahim.
Silaturahim adalah pertalian cinta kasih sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai-taulan, tetangga dan seterusnya. Manusia wajib mencintai sesamanya agar Allah juga mencintainya: “Kasihilah orang-orang di bumi, niscaya Dia (Tuhan) yang di langit akan mengasihimu.” Pengamal silaturahim akan menyapa orang lain dengan penuh makna dan kasih sayang, memenuhi undangan teman dan tetangga apabila tidak ada halangan yang berarti, serta menengok dan mendo’akan saudara dan teman yang mendapat musibah. Jalinan kasih sayang ini tentunya berlaku lintas keyakinan dan agama. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Rasulullah SAW, meskipun sangat tegas terhadap para penganut agama lain, tetap membina jalinan penuh kasih sayang dalam hubungan sosial dengan mereka, sebagaimana difirmankan dalam Surat Al-Fath ayat 29.

7. Tawakal.
Tawakal (kepada Allah) berarti memasrahkan segala sesuatu kepada kehendak Allah SWT. Sikap dan perilaku tawakal merupakan pekerjaan hati – lebih dalam. Tawakal merupakan amal hati. Karena itu, tawakal bukan dinyatakan dengan ucapan lisan dan perbuatan anggota tubuh. Karakter tawakal menuntut upaya yang memadai sebelum menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Tawakal merupakan sikap penyerahan diri secara total kepada kebenaran. Namun, penyerahan diri total gtersebut tetap menuntut dukungan berupa upaya-upaya memadai. Pemilik karakter “spiritual” tawakal secara individual sudah tidak mempunyai masalah dalam hal kecakapan. Hidupnya selaras dengan alam, yakni berpedoman pada prinsip yang alami.

8. Ikhlas.
Ikhlas adalah sikap tulus karena Allah SWT, sikap tulus karena keyakinan yang benar, baik dan bermaslahat. Dalam Islam, sikap ikhlas menjadi ruh seluruh ibadah baik ukhrawi maupun duniawi. Karakter “spiritual” ikhlas yang benar tentu saja harus didasarkan pada pengetahuan dan pemikiran yang benar. Jika tidak — tindakan ikhlas justru akan dapat mengakibatkan bencana. Misalnya, ada orang ikhlas menolong orang lain yang tenggelam, namun ia sendiri tidak dapat berenang. Apabila ia menolong dengan cara langsung terjun, itu sama saja dengan bunuh diri. Karakter “spiritual” ikhlas berkekuatan menolak kejahatan sekaligus mampu memalingkan seseorang dari kemungkaran.Keikhlasan juga menuntut konsistensi, jangan setengah-setengah atau sepotong-sepotong. Orang ikhlas memberi makna pada pelayanan bagi sesama.Pemilik karakter “spiritual” ikhlas akan dengan sendirinya menjalankan berbagai kegiatan yang telah dipikirkan secara matang dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah SWT. Melayani, menolong dan membantu orang lain merupakan bagian tak terpisahkan dari karakter “spiritual” ikhlas. Ciri lain karakter “spiritual” ikhlas adalah hilangnya rasa iri hati, dengki dan dendam kepada orang lain.
9. Taqwa.
Taqwa mengandung arti tuntutan untuk menjaga diri. Orang yang bertaqwa berarti orang yang mampu menjaga diri. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 – 5, bahwa orang yang bertaqwa beriman kepada yang gaib, mendirikan salat menafkahkan sebagian rezeki yang Allah berikan, mengimani wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para nabi sebelumnya, serta meyakini adanya Hari Akhir. Mereka itulah yang mendapat petunjuk Tuhan dan sukses. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 177, juga dijelaskan bahwa orang-orang yang bertaqwa adalah mereka yang beriman kepada Allah SWT, Hari Kiamat, para malaikat, kitab-kitab suci dan para nabi, menginfakkan harta karena Allah SWT kepada para kerabat, anak yatim, fakir miskin, orang dalam perjalanan, peminta-minta dan budak, mendirikan salat dan membayar zakat, memenuhi janji serta sabar dalam keadaan menderita, sengsara dan suasana kacau sekalipun.Dalam ayat-ayat lain juga menegaskan bahwa orang-orang bertaqwa akan sukses dan berhasil serta memperoleh rahmat dari Allah SWT.


Golongan manapun, termasuk penganut agama apa pun, dapat menjalani jalan untuk “cerdas emosi” dan “spiritual” di ata

Sikap Spiritual -Kebtinan _ Kejawen . .

Kebatinan adalah mengenai segala sesuatu yang dirasakan manusia pada batinnya yang paling dalam.
Kebatinan terutama berisi penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya di dalam batinnya atas segala sesuatu aspek dalam hidupnya, termasuk yang berkenaan dengan agama dan kepercayaan, karena di dalam masing-masing agama dan kepercayaan juga terkandung sisi kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Apa saja yang dihayatinya itu selanjutnya akan bersifat pribadi, akan mengisi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari, akan menjadi bagian dari kepribadiannya.
Seseorang yang banyak menghayati isi hatinya, atau isi pikirannya, akan lebih banyak "masuk" ke dalam dirinya sendiri, menjadikan dirinya lebih "sepuh" dibandingkan jika ia mengabaikannya. Selebihnya itu akan menjadi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari, akan menjadi bagian yang sepuh dari kepribadiannya.
Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan. Kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”. Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama modern di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik.
Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari ‘lebih’. Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan.
Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah.
Mereka percaya adanya 'berkah' dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka 'keberkahan'. Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.
Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian, dan untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu 'keberkahan', selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi menjaga keharmonisan hidup dan untuk tercapainya tujuan hidup.
Di luar semua bentuk laku prihatin yang kelihatan mata dijalani orang, ada bentuk laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yang mendasari semua bentuk laku prihatin yang dilakukan sehari-hari, yaitu puasa hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya dan tidak terucap di dalam kata-kata.
Laku itu adalah :
1. Membersihkan hati dan batin dan menjaga hati yang tulus dan iklas.
2. Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
3. Mengurangi makan dan tidur.
4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
5. Menjaga sikap eling lan waspada.
Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu, biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan, selasa kliwon, jum'at kliwon, dsb.
Laku puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih 'bersih' dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut 'Sedulur Papat', sehingga puasa itu juga untuk memelihara 'berkah' indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb.
Laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk menahan diri terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan 'ketahanan' jiwa dan raga dalam menghadapi gejolak dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin.
Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani secara proporsional, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer). Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan. Menjalani laku prihatin tidak sama dengan terpaksa menahan diri karena hidup yang serba kekurangan. Laku prihatin melandasi perbuatan yang berbudi pekerti.
Prihatinnya Orang Miskin Harta.
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya.
Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan kesombongan dan hidup bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan.
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang "lebih" untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin.
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi 'lebih' kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, seperti yang seharusnya, tidak ada yang dikurangkan.
Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah.
Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.
Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru / menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak.
Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerima sogokan.
Orang jawa bilang intinya kita harus selalu eling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya menginginkan kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.
Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita akan semakin banyak berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang greget, kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat secara positif memanfaatkannya dengan tindakan nyata, tidak kendo, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.
Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.
Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.
Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup lainnya. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha pribadi dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu 'keharusan' yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.
Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya.
Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa akan niat dan tujuannya, menjauhkan diri dari kondisi bersenang-senang, mendekatkan hati dengan Tuhan, puasanya dilandasi dengan sikap batin berprihatin, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin puasa fisik saja.
Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai tradisi yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb.
Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :
1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
Jenisnya :
- Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa
hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
- Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
- Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak
mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
- Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah-
buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 - 3 hari.
2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat,
tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat,
seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb.
5. Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.
6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 - 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 - 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak
mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi,
melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa.
9. Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa
hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di
dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 - 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai),
selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila
di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.
Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai 10 dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya dilakukan orang untuk mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan ngalap berkah, atau untuk tujuan ngelmu gaib.
Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti akan memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan melangsungkan hajatan pernikahan, dsb. Bahkan sudah biasa orang-orang tua berprihatin dan bertirakat untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.
Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya.
Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa disamakan, digantikan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda.
Untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk mempermudah jalan hidup, cukup rajin puasa weton 1 hari (1 hari 1 malam), atau puasa Senin - Kamis saja, atau bisa juga mandi kembang saja (bisa hari apa saja sekali sebulan).
Dalam hal menjaga supaya kehidupannya selalu 'keberkahan', dimudahkan jalan hidup dan kerejekiannya dan dijauhkan dari kesulitan-kesulitan, puasa ngebleng wetonan adalah yang terbaik, dilakukan selama 1 hari 1 malam pada hari weton kelahiran seseorang (wetonan) dan ditutup dengan mandi kembang.
Untuk keperluan sehari-hari untuk mempermudah jalan hidup dan mengejar sesuatu yang diinginkan, misalnya untuk kemantapan bekerja dan perbaikan posisi / karir, cukup puasa weton 1 hari saja secara rutin setiap bulan. Lebih baik lagi jika disertai dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.
Dalam hal keinginan terkabulnya suatu hajat / keinginan khusus, sesuatu yang tidak terjadi setiap hari, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang.
Dalam hal keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang disertai nazar, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup, atau acara tumpengan syukuran.
Dalam hal mencari suatu petunjuk gaib / wangsit, puasa ngebleng adalah yang terbaik. Biasanya dilakukan selama 3 hari 3 malam tanpa putus, hari Selasa atau Jum'at Kliwon dijepit di tengah, dan berdoa di malam hari di tempat terbuka menghadap ke timur.
Dan sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur.
Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur.
Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan hajat puasanya. Lebih baik lagi jika diawali atau ditutup dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.
Untuk melengkapi pengetahuan tentang sifat-sifat hari, di bawah ini ada beberapa petunjuk :
Bulan Besar atau Bulan Haji adalah bulan yang paling baik untuk semua keperluan, untuk memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan.
Bulan Maulud adalah bulan yang paling baik untuk semua keperluan yang bersifat sakral, untuk ritual bersih diri, ruwatan nasib / sengkala, ritual syukuran, ritual bersih desa, menjamas keris, mandi kembang, berziarah, dsb.
Bulan Sura (Suro) adalah bulan yang paling tidak baik untuk semua keperluan, memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan. Bulan Sura paling baik digunakan untuk upaya bersih diri dan lingkungan.
Bulan Sura umumnya diisi dengan ritual bersih diri / ruwatan, membersihkan rumah dan pusaka, dsb.
Upaya bersih diri / ruwatan pribadi dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara mandi kembang dan doa memohon supaya dilapangkan / dibukakan jalan hidup dan dijauhkan dari segala macam bentuk kesulitan. Sebaiknya juga dilengkapi dengan membersihkan rumah dan lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun gaib.
Jika anda memiliki pusaka, pada bulan Sura terhadap pusaka itu tidak harus dilakukan penjamasan, tapi cukup dibersihkan saja dan diberikan sesaji dan disugestikan supaya pusakanya memberikan bantuan yang positif dan disugestikan supaya membantu membersihkan segala sesuatu yang bersifat negatif.
Bagi yang ingin mengadakan suatu hajat di bulan Suro, sebenarnya sih boleh-boleh saja, terserah individunya, tetapi secara spiritual memang dianjurkan untuk tidak mengadakan hajatan pernikahan, memulai usaha ekonomi, pindah ke rumah baru atau hajat lain yang bersifat jangka panjang di bulan Suro.
Pada Bulan Suro kondisi alam gaib di pulau Jawa diliputi aura yang tidak baik, dan dihawatirkan semua hajat yang dilakukan pada bulan Suro akan membawa pengaruh yang tidak baik, seperti dipenuhi hawa kebencian dan permusuhan, pertengkaran, sakit-penyakit, apes / kesialan, dsb.
Pengaruh gaib bulan Suro hanya berlaku kepada orang Jawa di pulau Jawa saja dan pengaruhnya itu bisa bersifat jangka panjang, karena pengaruhnya itu akan menyatu dengan sukma manusia.
Penting :
Jika seseorang pernah ketempelan, kerasukan atau ketempatan mahluk halus, dan sudah pernah dibebaskan / dibersihkan, sebaiknya ia rajin mandi kembang telon untuk membersihkan dirinya dari sisa-sisa energi mahluk halus sebelumnya, supaya sisa-sisa energinya itu tidak memancing mahluk halus berikutnya untuk masuk bersemayam di dalam tubuhnya (baca : Pengaruh Gaib Thd Manusia).
Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur.
Selain yang bersifat puasa ngebleng, jenis puasa lain biasanya tidak banyak berpengaruh terhadap kekuatan sukma, pengaruhnya lebih banyak dirasakan bersifat fisik dan psikologis, berupa ketahanan fisik untuk terbiasa menahan rasa lapar dan haus, tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya kekuatan sukma. Jika orang-orang tersebut tidak terbiasa olah energi (misalnya pelatihan olah nafas tenaga dalam), pada orang-orang tersebut seringkali terjadi tubuhnya "meradang", tubuhnya memancarkan hawa panas, karena adanya ketidak-stabilan pasokan energi dari makanan, yang efeknya kurang baik untuk kesehatan, karena bisa menyebabkan sakit panas dalam dan mengundang sakit-penyakit yang berkaitan dengan sakit panas dalam, seperti flu, batuk, pilek, radang tenggorokan, dsb.
Bagi orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang, lebih bagus lagi kalau berendam di air kembang, untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel di tubuhnya yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, supaya energi-energi negatif terselaraskan menjadi positif, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya. Mandi kembang ini juga berguna supaya pancaran panas tubuh menjadi lebih adem dan mengurangi efek panas dalam.
Di dalam halaman ini ada digunakan istilah kembang telon.
Yang dimaksud kembang telon adalah 3 jenis kembang, yaitu kembang kantil, kenanga dan melati.
Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air.
Puasa Ngebleng.
Puasa umumnya dimulai saat subuh dan buka puasa saat mahgrib. Malam harinya bebas makan dan minum.
Puasa 1 hari, berarti selama 1 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa 3 hari, berarti selama 3 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa 7 hari, berarti selama 7 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa ngebleng tidak seperti itu.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam (24 jam).
Puasa ngebleng 1 hari berarti puasa penuh 1 hari 1 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Puasa ngebleng 3 hari berarti puasa penuh 3 hari 3 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Puasa ngebleng 7 hari berarti puasa penuh 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Apa benar ada puasa ngebleng 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus ? Ada yang sanggup ?
Bagaimana dengan puasa ngebleng 40 hari 40 malam berturut-turut tanpa putus. Siapa yang sanggup ?
Ketika seseorang berpuasa ngebleng, pada hari pertama puasanya ia akan merasakan panas, lapar dan haus, sama dengan yang dialami orang lain yang menjalani laku puasa biasa.
Pada hari kedua, orang tersebut akan merasakan tubuhnya panas, mungkin juga sampai menyebabkannya sulit tidur di malam hari karena panasnya tubuhnya. Karena tidak juga ada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, pada hari kedua itu tubuhnya mulai membakar cadangan makanan yang ada dalam tubuhnya, air, lemak, protein, gula, dsb, untuk dikonversi menjadi energi dan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuhnya.
Pada hari ketiga, panas tubuhnya mereda dan berkurang, rasa lapar dan haus hilang. Yang terasa hanya tubuhnya saja yang lemas karena perutnya kempis tak terisi makanan.
Puasa ngebleng pada hari ketiga itu, yang dilakukan oleh orang-orang yang bersamadi atau menyepi (walaupun di dalam rumah), tidak menonton hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, dan tekun berdoa / berzikir / wirid, kegaiban sukmanya akan kuat sekali dan akan memancar cukup jauh. Kegaiban itu kuat sekali sampai bisa menarik perhatian dari roh-roh leluhurnya, sehingga disadari ataupun tidak, banyak leluhurnya yang mendatangi orang tersebut untuk mengetahui apa tujuan dari lakunya itu dan mereka akan membantu mewujudkan hajat niat dan keinginannya itu.
Pada hari ketiga itu, disadari ataupun tidak olehnya, roh sukma orang tersebut juga telah menguat dan tubuhnya memancarkan aura energi gaib yang menyebabkan roh-roh gaib kelas bawah tidak tahan berada di dekatnya. Berbeda dengan puasa pada orang-orang yang menjalani ilmu gaib dan ilmu khodam yang kondisi berpuasanya dapat mengundang roh-roh gaib untuk datang mendekat, puasa ngebleng ini justru pancaran gaib kekuatan sukmanya akan mengusir keberadaan roh-roh gaib lain dari tubuhnya dan dari sekitar orang itu berada.
Itu baru puasa ngebleng 3 hari, belum yang 7 hari, apalagi puasa ngebleng 40 hari seperti yang biasa dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu. Orang-orang yang terbiasa melakukan puasa itu, seperti tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu, akan memiliki kekuatan sukma yang luar biasa, yang bahkan pancaran energi kekuatan sukmanya menyebabkan roh-roh gaib kelas atas setingkat dewa dan buto pun tidak tahan berada di dekatnya dan tidak akan berani datang mendekat untuk maksud menyerang.
Pancaran kekuatan sukma orang-orang itu saat sedang menjalankan laku puasa dan tapa bratanya sangat menghebohkan alam gaib. Di pewayangan pun diceritakan ketika ada seseorang yang gentur dalam laku puasa, tapa brata dan semadinya, kondisinya menyebabkan kahyangan panas dan goncang, menyebabkan para dewa tidak tahan sampai-sampai para dewa mengutus dewa lain atau bidadari untuk menghentikan / menggagalkan tapa brata orang tersebut, dan mereka akan memberikan apa saja yang diinginkan orang itu asal mau menghentikan tapanya.
Karena itu dalam melakukan puasa ngebleng orang-orang jaman dulu akan melakukannya dengan cara menyepi, di dalam rumah tersendiri, di goa, di hutan atau di gunung, supaya tidak ada yang mengganggu.
Kekuatan kegaiban sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh bermuatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak mereka yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.
Orang-orang itu, karena kekuatan gaib sukmanya, tidak lagi membutuhkan khodam mahluk halus untuk kekuatan ilmunya. Kekuatan dan kegaiban sukmanya-lah yang melakukannya. Sukmanya sendiri menjadi khodam baginya. Tetapi jika ada sesosok gaib yang mau datang untuk menjadi khodam pendampingnya, hanya gaib-gaib yang setingkat dengan kekuatan sukmanya saja yang akan datang menjadi pendampingnya, bukan gaib-gaib umum kelas rendah yang tidak tahan dengan pancaran energi kekuatan sukmanya.
Puasa ngebleng melambangkan kekuatan tekad dan niat seseorang untuk terkabulnya suatu keinginan. Bahkan banyak orang pada jaman dulu yang melakukan tapa dan puasa ngebleng itu tidak akan menghentikan tapa bratanya sebelum hajat keinginannya terkabul (sampai turun wangsit bahwa permintaannya dikabulkan).
Puasa ngebleng terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma manusia. Karena itu kegaiban dalam puasa ngebleng tidak dapat dibandingkan / disamakan atau ditukar dengan puasa bentuk lain. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat sukmanya dan semakin kuat kegaibannya. Puasa ngebleng banyak dilakukan oleh orang-orang yang bergelut dalam dunia kebatinan / spiritual dan tapa brata.
Puncak kekuatan sukmanya hanya terjadi pada saat seseorang berpuasa ngebleng, sedangkan pada hari-hari selanjutnya kalau sudah tidak lagi melakukan puasa, maka kekuatan sukmanya itu akan menurun lagi. Karena itu para penghayat kebatinan dan pelaku kebatinan kanuragan jaman dulu menjadikan laku puasa ngebleng ini sebagai ritual yang selalu dilakukan secara berkala. Juga dalam melatih keilmuannya atau ketika melatih suatu ilmu baru kesaktian / kebatinan akan dilakukannya sambil berpuasa, sehingga kekuatan dan kegaiban ilmunya tinggi.
Tetapi jika puasa ngebleng itu dilakukan oleh orang-orang yang masih awam dalam ilmu kegaiban, mungkin kegaiban dari kekuatan sukmanya itu tidak akan banyak dirasakannya. Walaupun begitu, pancaran kekuatan sukmanya itu akan menjauhkannya dari roh-roh gaib yang sifatnya mengganggu, di sisi lain kegaiban sukmanya akan membuat kekuatan niat / tekad dalam keinginan-keinginannya menjadi lebih mudah terwujud dan ketajaman dan kepekaan batinnya akan semakin tinggi.
Tetapi karena semakin banyaknya orang yang meninggalkan dunia kebatinan, maka puasa ngebleng inipun semakin ditinggalkan. Bahkan para praktisi ilmu gaib dan ilmu khodam seringkali mempermudah laku puasanya. Misalnya untuk mendapatkan suatu ilmu gaib tertentu cukup puasa biasa saja dari subuh sampai mahgrib, atau hanya puasa berpantang makanan tertentu saja, yang dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, atau 40 hari, dan selama berpuasa itu malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya.
Selama berpuasa di atas pada malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya tujuannya adalah sebagai usaha melatih memperkuat kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaib. Dengan berhari-hari mewirid suatu amalan gaib diharapkan kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaibnya akan kuat dan hapal mantranya diluar kepala.
Selama orang itu berpuasa dan berzikir / wirid, tubuhnya akan memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang pikiran tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya sesosok mahluk halus tertentu kepada manusia yang kemudian masuk ke dalam badan atau kepalanya atau memposisikan diri di sampingnya menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian orangnya sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang sesosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka laku puasanya adalah puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu. Dan puasa ini jelas berbeda sekali dengan puasa ngebleng yang ketika seseorang melakukannya pancaran energi tubuhnya justru menjauhkan mahluk-mahluk halus dari dekatnya.
Puasa Weton.
Puasa weton adalah salah satu jenis puasa ngebleng yang dilakukan orang pada hari weton kelahiran seseorang yang perhitungan waktu mulai berpuasa dan menutup puasa dilakukan berdasarkan perhitungan hari dalam kalender jawa.
Puasa weton (wetonan) adalah puasa untuk memperingati hari kelahiran seseorang sesuai laku dalam budaya jawa.
Puasa weton terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma (roh pancer dan sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting dan untuk menjaga kedekatan hubungan pancer dengan roh sedulur papatnya dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, peka bisikan gaib, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya.
Puasa weton terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma manusia sendiri (kegaiban kesatuan roh pancer dan sedulur papat), tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain.
Puasa weton tidak bisa disamakan atau diperbandingkan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda.
Puasa weton yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami atau tidak meyakini keberadaan roh sedulur papat kegaibannya tidak akan sebaik mereka yang melakukannya dengan landasan kepercayaan pada roh sedulur papat. Keyakinan pada keberadaan dan kebersamaan roh sedulur papat dengan pancer akan memperkuat kegaiban sukma dan memperkuat interaksi roh sedulur papat dan para leluhurnya dengan seseorang. Dalam kehidupannya sehari-hari kekuatan sukma akan membantu dalam kemantapan bersikap, membantu membuka jalan hidup dan menyingkirkan halangan dan kesulitan-kesulitan, dan interaksi sedulur papat akan membantu peka rasa dan firasat, peka bisikan gaib, mendatangkan ide-ide dan ilham, peringatan-peringatan dan jawaban-jawaban permasalahan.
Puasa weton adalah berasal dari tradisi budaya jawa, dilakukan dengan berpuasa pada hari kelahiran seseorang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, Minggu) yang harinya sesuai dengan hari pasaran jawa kelahirannya (pon, pahing, wage, legi atau kliwon). Dengan demikian hari weton kelahiran seseorang akan selalu berulang setiap 35 hari sekali. Sesuai ajaran kebatinan jawa selama berpuasa itu orangnya berdoa di malam hari kepada Tuhan di atas sana di luar rumah menghadap ke timur.
Sebagai catatan, dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada pukul 5 sore hari sebelumnya dan berakhir pada pukul 5 sore hari yang bersangkutan.
Jadi, batas akhir suatu hari adalah pada pk.5 sore, dan mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore.
Berarti hari Senin dimulai pada hari sebelumnya (hari Minggu) pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5 sore.
Hari Senin itu pada pk.6 sore (mahgrib) sudah terhitung sebagai hari Selasa, karena sudah melewati batas akhir hari Senin pk.5 sore.
Ada beberapa hitungan hari dalam puasa weton sbb :
1. Puasa weton sehari penuh.
Artinya puasanya dilakukan 1 hari Jawa (sehari semalam, 24 jam).
Puasa weton sehari ini adalah yang secara umum dilakukan orang dalam budaya Jawa.
Misalnya hari kelahirannya adalah Selasa Pahing, maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu
Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Selasa Pahing tersebut pk.5 sore.
2. Puasa weton 3 hari (hari weton diapit ditengah).
Artinya puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu puasa pada hari wetonnya
ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari Jawa terus-menerus
(3 x 24 jam).
Puasa weton 3 hari biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang tidak terjadi
setiap hari.
Misalnya kelahiran Rabu Kliwon,
maka puasanya dilakukan selama 3 hari, yaitu Selasa, Rabu Kliwon dan Kamis terus-menerus tanpa putus.
Hari Selasa dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Senin pk.5 sore.
Hari Kamis berakhir pada pk. 5 sore hari.
Jadi puasa weton 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Kamis pk. 5 sore terus-
menerus tanpa putus siang dan malam.
3. Puasa weton 3 hari selama 7 kali berturut-turut.
Artinya, puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus yang dilakukan selama 7 kali
berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan berturut-turut).
Jenis puasa ini biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang bukan sesuatu
yang biasa terjadi sehari-hari dan waktu pencapaiannya agak panjang (pada masa depan), atau untuk
keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit
untuk dicapai dengan usaha yang normal (biasanya disertai nazar), sehingga diperlukan suatu laku tambahan
demi terkabulnya keinginannya itu, yaitu puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang
dan dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji
penutup (tumpengan), selametan atau syukuran atas berhasilnya dirinya menunaikan hajat berpuasa itu.
Misalnya kelahiran Rabu Kliwon,
maka puasa wetonan 3 hari itu dilakukan terus-menerus setiap bulan selama 7 bulan tanpa putus.
Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan puasanya.
Puasa weton menjadi sempurna setelah pada penutupan puasa dilakukan pemberian sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu) :
1. Paling baik, mandi kembang telon (kembang tujuh rupa / setaman lebih baik), yaitu mandi guyuran
air kembang dari kepala basah semua sampai ke kaki.
2. Kedua terbaik, makanan jajan pasar 7 macam, dimakan sebagai makanan berbuka puasa.
3. Bubur merah putih, yaitu bubur tepung beras (bubur sumsum) yang diberi gula jawa cair, dimakan sebagai
makanan berbuka puasa.
Puasa weton adalah salah satu sarana pemberian perhatian orangnya kepada roh sedulur papatnya dan menjadi sarana memperkuat kesatuan antara seseorang (pancer) dengan roh sedulur papatnya dan roh para leluhurnya.
Mandi kembang menjadi sarana pemberian perhatian kepada roh sedulur papat, "memandikan" / membersihkan roh pancer dan sedulur papat yang hasil akhirnya akan juga "membersihkan" orang itu sendiri dari aura-aura negatif tubuh dan sukmanya dan "membersihkan" hidupnya dari kesulitan-kesulitan yang berasal dari dirinya sendiri. Kegaiban kesatuan seseorang dengan roh sedulur papatnya itu akan membantu membukakan jalan hidupnya dan membuat keinginan-keinginannya menjadi semakin mudah terwujud.
Bagi yang niat wetonan, tapi tidak sempat menjalankan puasanya, atau berhalangan, cukup melakukan mandi kembang saja, bisa pagi hari, siang, atau sore hari.
Informasi selengkapnya tentang Sedulur Papat silakan dibaca : Sedulur Papat Kalima Pancer.
Puasa weton (wetonan) adalah salah satu laku budaya kebatinan yang sudah umum dilakukan dalam masyarakat jawa. Tetapi sehubungan dengan adanya pengaruh budaya Islam dalam masyarakat jawa, orang-orang jawa yang masih melakukan puasa weton ini tidak lagi melakukannya sesuai aslinya dalam ajaran jawa, yaitu dengan puasa ngebleng, tetapi melakukan puasanya sama dengan puasa biasa, yaitu puasa dari subuh sampai mahgrib saja. Sekalipun laku puasa weton yang dipengaruhi budaya Islam itu masih memberikan kegaiban, tetapi sudah tidak lagi besar seperti seharusnya, bahkan karenanya banyak orang yang tidak lagi dapat merasakan kegaibannya sehingga kemudian tidak lagi melakukannya, kemudian digantikan dengan puasa Senin - Kamis, puasa mutih, atau puasa berpantang makanan tertentu saja.
Ada pertanyaan dari seorang pembaca, sewaktu ngebleng terutama saat weton, apakah kekuatan sukma bisa sampai 2 x lipat dari keadaan normal ataukah tidak.
Dengan syarat selama berpuasa menjauhi kondisi / suasana bersenang-senang / hiburan dan puasanya sebelumnya sudah diniatkan (bukan asal puasa), ngebleng hari apa saja sesuai niatnya, termasuk wetonan :
- ngebleng 1 hari bisa menaikkan kekuatan sukma menjadi 1,5 kali kondisi normalnya
- ngebleng 3 hari bisa menaikkan kekuatan sukma menjadi 3 kali kondisi normalnya
Tapi sesudahnya ketika sudah tidak lagi berpuasa kondisi kekuatan sukmanya bisa menurun lagi, apalagi jika sehari-harinya sering menonton hiburan, televisi, atau hidupnya banyak bersenang-senang.
Jika niatnya untuk menaikkan kekuatan sukma, sebenarnya laku berpuasa itu tidak wajib. Yang lebih diutamakan adalah laku kebatinan yang efeknya memperkuat sukma. Laku puasa itu berfungsi untuk menambah kekerasan batinnya / sukmanya dan mendekatkan hubungan pancer dengan sedulur papatnya. Karena itu kalau diniatkan puasanya untuk menaikkan kekuatan sukma, maka puasanya itu harus dijadikan kebiasaan rutin. Lebih bagus lagi kalau sehari-harinya tidak mengumbar kesenangan hidup.
Ada juga pertanyaan : puasa apa yang efektif meningkatkan kekuatan batin / sukma.
Kalau tujuannya untuk meningkatkan kekuatan sukma, kalau hanya berpuasa saja, efek peningkatannya tidak signifikan. Efek dari puasa lebih banyak bersifat "membangkitkan" kegaiban sukma dan menambah kekerasan batin manusia.
Kalau tujuannya untuk meningkatkan kekuatan sukma, seharusnya yang dilakukan adalah "membangun" kekuatan sukma, misalnya dengan olah batin dan oleh energi untuk membangun kekuatan sukma. Selama menjalankan olah batin itu, laku berpuasa itu sangat baik untuk memperkuat efek meningkatnya kekuatan sukma.
Kalau kita belum pernah menjalani suatu laku yang efeknya memperkuat sukma, maka kemungkinan besar kondisi kekuatan sukma kita masih sama dengan orang yang umum.
Secara umum kondisi sukma manusia adalah lemah, bahkan masih lebih lemah dibandingkan mahluk halus kuntilanak yang di alam gaib termasuk jenis yang paling lemah, sehingga sekuat apapun fisiknya, orang akan mudah untuk dipengaruhi atau diserang secara gaib, mudah terpengaruh ilmu pengasihan, kewibawaan, pelet, penundukkan, juga gampang mengalami kesambet. Sukmanya akan kuat jika orang itu menjalankan laku yang efeknya memperkuat sukma.
Olah Rasa dan Olah Batin akan menjadi dasarnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan laku "membangun" kekuatan sukma, misalnya dengan olah batin dan olah energi untuk kekuatan sukma, seperti dicontohkan dalam tulisan-tulisan Penulis yang bertema Meditasi Energi.
Selama menjalankan olah batin itu, laku berpuasa sangat baik untuk membantu meningkatnya kekuatan sukma.
Pemahaman Kebatinan Laku Prihatin dan Tirakat
Semua bentuk laku prihatin dan tirakat hanya akan bermanfaat jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya hanya akan menyiksa tubuh saja, hanya lapar dan haus saja yang didapat. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku tersebut kita harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa niat dan tujuannya.
Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi dilakukan sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan tujuan / harapan-harapannya yang ingin dicapainya dengan lakunya itu.
Mengenai apa saja perubahan yang terjadi pada diri kita sesudah kita menjalaninya hanya kita sendiri saja yang bisa merasakan perubahannya. Dalam menjalankan laku puasa atau laku prihatin seharusnya kita sudah lebih dulu menentukan tujuan dari laku kita itu, sehingga sesudahnya kita bisa merasakan sendiri perbedaannya sebelum dan sesudah menjalankannya.
Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan, keluar rumah pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama pelaksanaannya.
Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh.
Mandi kembang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam air, kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih 'keberkahan'.
Jangan lupa baca doa niat :
sebelum mandi kembang :
Ya Allah, niat saya mandi kembang untuk membersihkan diri saya dari pengaruh dan hal-hal negatif dalam
diri saya dan untuk ......................
atau niat puasa mutih :
Ya Allah, niat saya puasa mutih untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya
................ dan untuk ..................
atau niat puasa weton :
Saudara-saudara kembarku para roh sedulur papat, aku berpuasa untukmu.
Ya Allah, niat saya puasa weton untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya
................ dan untuk ..................
Ya Allah berkahilah saya.
Amin.